Berita Seram Bagian Barat, Piru – Sekitar dua ratus warga dari desa Kawa, yang mayoritas merupakan kaum perempuan, melakukan aksi unjuk rasa di kantor bupati dan markas Polres Seram Bagian Barat (SBB) untuk menyampaikan sejumlah tuntutan terkait konflik yang melibatkan masyarakat setempat dengan perusahaan pisang Abaka.
Aksi ini, yang dipimpin oleh kelompok Aliansi Rakyat Bantu Rakyat (ARBR) Maluku, dimulai di markas Polres SBB dan dilanjutkan ke kantor bupati SBB. Kedatangan mereka ke markas Polres SBB terkait insiden tewasnya La Randy, yang terhantam ekskavator beberapa waktu lalu. Kasus tersebut masih menggantung tanpa kejelasan penyelesaian oleh aparat penegak hukum.
Massa menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Kapolres SBB agar segera menyelesaikan persoalan hukum terkait kematian La Randy yang terlibat dengan perusahaan Pisang Abaka. Mereka berharap ada keadilan bagi masyarakat yang selama ini menanti penyelesaian.
Setelah melakukan orasi di markas Polres, massa melanjutkan aksinya ke kantor bupati SBB. Dalam aksi ini, mereka membawa keranda jenazah yang bertuliskan “matinya hati nurani penjabat bupati SBB.” Perwakilan dari ARBR Maluku secara tegas menyatakan bahwa penjabat bupati dinilai gagal dalam melindungi masyarakat Seram Bagian Barat. Mereka menyoroti kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perusahaan Pisang Abaka, merugikan kelangsungan hidup ribuan masyarakat di desa Waka dan sekitarnya.
Sementara itu, Kepolres Seram Bagian Barat, Dennie Andreas Dharmawan, memberikan keterangan kepada wartawan, menegaskan bahwa pihak kepolisian masih terus melakukan proses penyelesaian kasus sesuai tuntutan massa. Dharmawan berkomitmen untuk terus bekerja guna mengungkap dan menetapkan tersangka. Ia meminta masyarakat memberikan kepercayaan kepada aparat kepolisian untuk menyelesaikan persoalan ini secara adil dan tuntas.
Ratusan massa yang hadir berasal dari berbagai dusun, seperti Pelita Jaya, Pulau Osi, Restlemen Pulau Osi di desa Ety, dan Pohon Batu di desa Kawa kecamatan Seram Barat, kabupaten Seram Bagian Barat. Konflik dengan perusahaan Pisang Abaka, yang beroperasi di bawah PT. Spice Island Maluku (SIM), telah menimbulkan berbagai masalah, termasuk pembebasan lahan dan persoalan lainnya. Situasi ini terus memunculkan seruan dari masyarakat untuk mendapatkan keadilan dan solusi yang memadai atas dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut. Matamaluku