Jakarta (MataMaluku) – Viral di media sosial grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ yang meresahkan. Di dalamnya, para anggota grup membicarakan fantasi dewasa dengan keluarga kandung.
“Sumpah nggak tahu lagi sama pemikiran orang-orang stres ini,” tulis seorang pengguna X mengomentari grup tersebut.
Di grup tersebut, para predator seksual dan pelaku pedofilia menjadikan anak-anak sebagai objek kekerasan seksual, bahkan menjadikan inses sebagai bahan fantasi dan candaan.
Holy Ichda Wahyuni Pakar Anak dari UM Surabaya menyebut, kehadiran grup Facebook itu bukan hanya mencoreng nilai-nilai kemanusiaan, namun juga menampar realitas bahwa anak-anak semakin rentan terpapar risiko yang tidak lagi bisa ditangkal hanya dengan imbauan moral.
“Orang tua dan pendidik perlu menyadari satu hal yang teramat krusial, bahwa ruang aman anak-anak semakin terkikis, bahkan dari tempat yang seharusnya menjadi paling suci dan aman rumah dan keluarga,” ujar Holy dikutip dari laman UM Surabaya, Jumat (16/5/2025).
Holy yang juga dosen Guru Sekolah Dasar ini mengatakan seharusnya rumah adalah tempat teraman untuk anak. Namun sayangnya banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak yang pelakunya orang terdekat seperti ayah kandung, paman, sepupu, atau tetangga.
Kondisi ini merupakan darurat yang nyata dan sudah saatnya seseorang meninggalkan pola pikir lama bahwa isu seksual adalah tabu untuk dibicarakan dalam keluarga.
Anak perlu tahu bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri, dan mereka berhak mengatakan tidak, bahkan kepada orang dewasa.
“Sayangnya, banyak orang tua yang masih merasa canggung, takut, atau bahkan menolak berbicara soal ini. Padahal, ketidaktahuan justru membuat anak menjadi rentan,” sebut Holy.
Orang tua juga menurut dia harus menjadi pendengar yang aman dengan membangun keterbukaan. Anak harus merasa nyaman bercerita, tanpa takut dimarahi, direndahkan, atau tak dipercayai.
Selain itu, anak yang menjadi korban kekerasan seksual kerap menunjukkan perubahan perilaku, seperti menjadi murung, mudah marah, takut bertemu orang tertentu, mengalami gangguan tidur, atau tiba-tiba menolak disentuh.
“Perubahan ini seringkali diabaikan atau disalahartikan sebagai ‘fase nakal’ atau ‘pubertas’. Padahal, bisa jadi itu adalah bentuk trauma dan respon alami anak karena tidak tahu harus melakukan apa dan bagaimana,” tutupnya.MM/DC