Jakarta – Perhimpunan Pengembangan Pesantren menilai bahwa transformasi digital di lingkungan pesantren menjadi salah satu isu yang krusial dalam memperkuat kemandirian pesantren demi stabilitas nasional.
“Dewasa ini, transformasi digital bukan lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Sayangnya, pesantren saat ini masih belum sepenuhnya terlibat dalam era digital,” ujar Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Sarmidi Husna, dalam pernyataannya di Jakarta, pada hari Minggu.
Dalam Halaqah Nasional Pengasuh Pesantren dengan tema “Fiqih Siyasah: Penguatan Kemandirian Pesantren untuk Stabilitas Nasional,” yang diselenggarakan di Pesantren Al Muhajirin Purwakarta, Sarmidi menggarisbawahi pentingnya pesantren mengambil inisiatif dan beradaptasi dalam menghadapi transformasi digital.
“Sementara itu, para pengasuh pesantren juga mendorong pemerintah untuk mendukung penguatan infrastruktur dan ekosistem digital di pesantren secara menyeluruh,” tambahnya.
Selain masalah transformasi digital, isu lain yang dibahas adalah masalah pajak di pesantren. Pesantren sering kali dihadapkan pada tagihan pajak yang membebani tanpa adanya sosialisasi dan edukasi sebelumnya.
“Pesantren selama ini telah memberikan kontribusi besar bagi negara dalam mencerdaskan generasi muda. Sayangnya, alih-alih mendapatkan penghargaan dari pemerintah, pesantren sering kali harus membayar pajak yang dikenakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,” ujar Sarmidi.
Dalam Halaqah ini, para pengasuh pesantren meminta agar pemerintah pusat dan daerah segera melakukan sosialisasi dan edukasi secara menyeluruh sebelum memungut pajak dari pesantren. Mereka juga berharap adanya keringanan pajak serta merekomendasikan kepada pemerintah pusat, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, untuk membentuk pusat informasi perpajakan di pesantren.
Selama Halaqah yang berlangsung pada 22-24 September 2024, juga dibahas isu terkait pemilihan umum pada tahun 2024. Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa fasilitas lembaga pendidikan boleh digunakan untuk kampanye, termasuk pesantren dengan izin dari penanggung jawab (pengasuh pesantren).
“Dalam halaqah ini, para Kyai (pengasuh pesantren) melihat bahwa kampanye politik di pesantren dapat berdampak negatif, karena sering kali kampanye di pesantren hanya bertujuan untuk mendapatkan dukungan politik dan bukan untuk mendidik warga tentang politik,” kata Sarmidi.
Situasi ini, menurutnya, dapat menimbulkan konflik dan ketegangan, baik di antara pesantren, alumni pesantren, maupun masyarakat secara keseluruhan.
Sementara itu, Menko Polhukam, Mahfud MD, yang menjadi pembicara kunci dalam Halaqah tersebut, mengajak semua yang hadir untuk bersama-sama berkontribusi menuju visi “Indonesia Emas.”
“Dari Pondok Pesantren Al-Muhajirin ini, mari kita semua menjadi Muhajirin, yaitu orang-orang yang berhijrah menuju Indonesia Emas. Indonesia Emas adalah negeri yang subur dan penuh berkah,” ujar Mahfud. Matamaluku