Kumpulan Berita Sudan - Matamaluku.com

Khartoum (MataMaluku) – Krisis kemanusiaan di Sudan kian memburuk. Dalam 40 hari terakhir, setidaknya 95 orang –sebagian besar anak-anak dan lansia – dilaporkan meninggal dunia akibat kelaparan dan penyakit di kamp pengungsi Abu Shouk, yang terletak di kota El Fasher, Sudan bagian barat.

Laporan memilukan ini diungkap oleh kelompok relawan lokal Abu Shouk Camp Emergency Room pada Minggu (28/9). Mereka merinci bahwa dari jumlah korban jiwa, 73 di antaranya adalah balita, sementara 22 lainnya adalah lansia.

“Situasi keamanan dan kemanusiaan di El Fasher sangat genting. Para pengungsi terputus dari akses makanan, air bersih, dan layanan kesehatan dasar,” ujar pernyataan resmi kelompok tersebut.

Jenazah Tak Terkubur dan Ancaman Krisis Kesehatan Baru Kelompok relawan memperingatkan kemungkinan krisis kesehatan yang lebih luas, karena banyak jenazah dilaporkan belum dikuburkan di berbagai penjuru kota akibat kondisi keamanan yang tidak memungkinkan. Mereka juga mendesak agar organisasi internasional segera membuka koridor kemanusiaan yang aman untuk mengevakuasi warga sipil.

Kelompok lain, Coordination of Resistance Committees di El Fasher, turut mengonfirmasi angka kematian dan menggambarkan kondisi yang sangat memprihatinkan: penembakan masih berlangsung, layanan dasar lumpuh total, dan dapur-dapur amal tutup karena kekurangan dana dan meroketnya harga kebutuhan pokok.

23 Anak dan Perempuan Tewas Akibat Malanutrisi Selama September Kondisi ini diperparah oleh data dari organisasi Sudan Doctors Network, yang pada Kamis (25/9) melaporkan 23 kematian akibat malanutrisi pada anak-anak dan perempuan hanya dalam satu bulan terakhir di El Fasher. Bahkan pada Juli lalu, organisasi ini mencatat 239 anak meninggal sejak Januari karena kelangkaan makanan dan obat-obatan.

Pertempuran Masih Berlangsung, Korban Terus Bertambah El Fasher menjadi pusat konflik berdarah sejak Mei 2024, dengan pertempuran sengit antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF). Bentrokan ini merupakan bagian dari konflik nasional yang pecah pada April 2023, yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan membuat jutaan lainnya mengungsi.

“Kami kehabisan waktu. Tanpa respons cepat dari dunia internasional, lebih banyak nyawa tak berdosa akan melayang hanya karena kelaparan dan minimnya akses medis,” tulis pernyataan kelompok relawan.