Jakarta – Tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia, yaitu PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia, kini tengah menjadi sorotan tajam terkait dugaan mereka dalam pasokan senjata ilegal kepada militer Myanmar. Keberanian dalam praktik ini telah berlangsung selama satu dekade terakhir, bahkan berlanjut pasca-kudeta yang terjadi pada tahun 2021.
Pengungkapan ini datang dari sejumlah pihak, termasuk Masyarakat Sipil The Chin Human Rights Organisation (CHRO), Myanmar Accountability Project (MAP), serta Marzuki Darusman, mantan Jaksa Agung Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Tim Penasihat Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pelanggaran HAM di Myanmar.
Poin yang membuat kontroversi semakin rumit adalah bahwa penjualan senjata ini diduga terjadi selama Indonesia menjabat sebagai Ketua ASEAN. Sikap Indonesia dalam ASEAN terkait konflik di Myanmar adalah mengupayakan penghentian kekerasan, meskipun upaya tersebut hingga saat ini belum menghasilkan perubahan signifikan. Chris Gunness, Direktur MAP, mengungkapkan, “Investigasi kami menemukan bukti yang kuat tentang adanya standar ganda yang mengejutkan.”
Dugaan penjualan senjata ini diduga melibatkan perusahaan Myanmar yang dimiliki oleh Htoo Htoo Shein Oo, yaitu North Company Limited. Htoo adalah putra dari Menteri Perencanaan dan Keuangan junta Myanmar, Win Shein, yang saat ini telah dikenai sanksi oleh sejumlah negara Barat. Peran True North sebagai perusahaan swasta yang memfasilitasi kesepakatan antara militer Myanmar dan produsen senjata BUMN Indonesia mencuatkan kekhawatiran akan potensi korupsi, yang kini menjadi subjek penyelidikan yang diminta oleh CHRO, MAP, dan Marzuki Darusman kepada Komnas HAM Indonesia.
Tindakan ini telah berlangsung selama satu dekade terakhir, bahkan kemungkinan masih berlanjut setelah percobaan kudeta pada Februari 2021. Menurut Marzuki, pihak berwenang Indonesia harus mengambil langkah serius dalam menyelidiki kasus ini, mengingat tiga perusahaan tersebut adalah BUMN yang berada di bawah kendali langsung pemerintah dan tunduk pada pengawasan serta persetujuan pemerintah.
Marzuki juga menambahkan, “Fakta bahwa peralatan pertahanan terus dipromosikan setelah kampanye genosida terhadap Rohingya dan kudeta tahun 2021 menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen pemerintah Indonesia terhadap hukum hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter.” Selama periode dugaan penjualan senjata ini berlangsung, Indonesia juga menjadi anggota aktif di Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan bahkan mencalonkan diri untuk keanggotaan Dewan Keamanan PBB.
Sebagai tambahan, Indonesia juga termasuk satu dari empat negara ASEAN yang memberikan dukungan terhadap Resolusi Majelis Umum PBB yang mengimbau seluruh negara anggota untuk mencegah aliran senjata ke Myanmar. Matamaluku-Ton