Serangan Udara Junta Myanmar Tewaskan 359 Orang dalam Empat Bulan

  • Bagikan
Jenderal Senior Min Aung Hlaing
Pemimpin junta Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing

Istanbul – Dalam empat bulan pertama tahun 2024, serangan udara yang dilancarkan oleh junta militer Myanmar telah menewaskan 359 warga sipil, termasuk 61 anak-anak, dan melukai 756 lainnya. Hal ini diungkapkan dalam sebuah laporan terbaru yang dirilis oleh Nyan Lit Thit Analytica.

Laporan tersebut menunjukkan peningkatan tajam jumlah korban jiwa akibat serangan udara sejak kudeta 2021. Jumlah korban meningkat dari 63 orang pada tahun 2021, menjadi 260 orang pada tahun 2022, dan 613 orang pada tahun 2023.

Dari Januari hingga April 2024, tercatat ada 819 serangan udara yang terjadi di seluruh Myanmar, dengan rata-rata setidaknya enam serangan setiap harinya. Negara Bagian Rakhine dan Wilayah Sagaing adalah yang paling sering terkena serangan, masing-masing sebanyak 187 dan 119 kali.

Selain korban jiwa, serangan udara tersebut juga menghancurkan 50 rumah ibadah, 38 sekolah, dan 11 pusat kesehatan. Laporan itu juga mencatat enam dugaan penggunaan senjata kimia oleh rezim junta di beberapa wilayah.

Seorang analis militer memperkirakan peningkatan serangan udara ini disebabkan oleh hilangnya banyak wilayah yang dikuasai pasukan junta. “Serangan udara ini bertujuan untuk mencegah pasukan revolusi membangun perdamaian dan stabilitas serta mengganggu kehidupan sipil,” ujarnya.

Sejak kudeta pada Februari 2021, laporan tersebut mendokumentasikan 2.471 serangan udara hingga 30 April 2024, yang menyebabkan 1.295 kematian.

Sementara itu, upaya internasional terus dilakukan untuk mencari solusi jangka panjang terhadap krisis ini. Pada hari Jumat, kantor hak asasi manusia PBB memperkirakan sekitar 45.000 warga etnis Rohingya telah mengungsi ke wilayah dekat perbatasan dengan Bangladesh akibat pertempuran yang masih berlangsung.

“Kami menerima laporan yang menakutkan dan meresahkan dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar utara mengenai dampak konflik terhadap kehidupan dan harta benda warga sipil. Beberapa tuduhan paling serius berkaitan dengan insiden pembunuhan warga sipil Rohingya dan pembakaran harta benda mereka,” kata juru bicara PBB, Liz Throssell, pada konferensi pers di Jenewa.

Mayoritas warga Rohingya yang tinggal di Bangladesh melarikan diri dari tindakan keras militer yang brutal di Rakhine, Myanmar pada 2017. Sebagian besar dari mereka ditempatkan di kamp-kamp yang penuh sesak di Cox’s Bazar, namun sejak akhir tahun 2020, lebih dari 33.000 orang telah direlokasi ke pulau Bhasan Char. MM/AC

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *