Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Rabu menunjukkan penguatan signifikan di tengah sentimen “risk-on” yang mendominasi pasar.
Pada perdagangan Rabu pagi, rupiah menguat sebesar 127 poin atau 0,80 persen menjadi Rp15.706 per dolar AS, dibandingkan dengan posisi sebelumnya di Rp15.833 per dolar AS.
“Rupiah terapresiasi di tengah membaiknya selera risiko (risk appetite) di pasar,” ujar Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, di Jakarta, Rabu.
Josua menjelaskan, pelemahan Indeks Harga Produsen (PPI) Amerika Serikat menjadi salah satu pendorong sentimen “risk-on” ini. Data PPI AS untuk Juli 2024 menunjukkan penurunan lebih rendah dari yang diperkirakan.
Laju PPI bulanan tercatat turun menjadi 0,1 persen month on month (mom) dari sebelumnya 0,2 persen mom, sementara secara tahunan (year on year/yoy), PPI turun ke 2,2 persen dari 2,6 persen yoy.
Penurunan PPI ini mengindikasikan adanya penurunan risiko inflasi dari sisi produsen. Hal ini memunculkan harapan akan penurunan harga konsumen, yang akan terlihat pada laporan Indeks Harga Konsumen (CPI) yang akan dirilis malam ini, serta data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) yang akan datang. Kedua indikator ini penting bagi Federal Open Market Committee (FOMC) dalam menentukan kebijakan suku bunga.
Pasar saat ini memperkirakan bahwa bank sentral AS, The Fed, akan menurunkan suku bunga sebesar 100 basis poin (bps) dalam tiga pertemuan kebijakan yang tersisa tahun ini. Ekspektasi ini memicu sentimen risk-on yang menyebabkan dolar AS melemah terhadap mata uang global lainnya.
Penguatan rupiah juga berdampak positif pada penurunan imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia. Volume perdagangan Surat Berharga Negara (SBN) pada hari Selasa tercatat sebesar Rp21,46 triliun, meningkat dibandingkan volume perdagangan hari Senin yang sebesar Rp14,52 triliun.
Josua memproyeksikan bahwa nilai tukar rupiah hari ini akan bergerak di kisaran Rp15.700 hingga Rp15.825 per dolar AS. MM/AC