Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Selasa dibuka melemah, tertekan oleh ekspansi berkelanjutan sektor manufaktur Amerika Serikat (AS).
Pada awal perdagangan pagi, rupiah turun tiga poin atau 0,02 persen menjadi Rp16.075 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.072 per dolar AS.
“Dolar AS menguat karena rilis notulensi rapat FOMC dan data PMI AS yang lebih kuat dari perkiraan,” kata Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, di Jakarta.
Josua menjelaskan bahwa dalam notulensi Federal Open Market Committee (FOMC) AS, banyak anggota menunjukkan keraguan untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat. Selain itu, data Indeks Manajer Pembelian (PMI) menunjukkan sektor swasta AS terus berekspansi, baik di sektor manufaktur maupun jasa.
Pada Jumat lalu, pesanan barang tahan lama (Durable Goods Orders) AS tercatat naik 0,7 persen month-on-month (mom) dari sebelumnya 0,8 persen mom, jauh di atas perkiraan yang menunjukkan penurunan sebesar 0,8 persen mom. Selain itu, indikator kepercayaan konsumen, University of Michigan Sentiment Index, meningkat menjadi 69,1 dari 67,4.
Di sisi lain, ekspektasi inflasi satu tahun turun menjadi 3,3 persen dari 3,5 persen, sedangkan ekspektasi inflasi lima hingga sepuluh tahun turun menjadi 3 persen dari 3,1 persen.
Sementara itu, dari dalam negeri, Kementerian Keuangan mengumumkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per April 2024 mencatat surplus sebesar Rp75,7 triliun atau 0,33 persen dari PDB, menurun dibandingkan surplus Rp234,9 triliun atau 1,12 persen dari PDB pada periode yang sama tahun lalu. Penurunan surplus ini disebabkan oleh kombinasi penurunan penerimaan pajak dan peningkatan pengeluaran pemerintah.
Josua memperkirakan kurs rupiah akan berada di rentang Rp16.000 hingga Rp16.125 per dolar AS pada perdagangan hari ini. MM/AC