Jakarta – Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menyarankan pemerintah untuk menerapkan relaksasi tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang saat ini berada di angka 11 persen dan akan naik menjadi 12 persen pada tahun 2025, menjadi 7-8 persen guna meningkatkan kontribusi sektor manufaktur terhadap devisa negara.
“Pemerintah perlu mendukung sisi permintaan dengan relaksasi tarif PPN,” kata Bhima saat dihubungi di Jakarta pada hari Selasa.
Bhima memberikan rekomendasi tersebut berdasarkan laporan S&P Global Market Intelligence yang menyatakan bahwa Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Juni mengalami penurunan sebesar 1,4 poin menjadi 50,7 dibandingkan bulan sebelumnya.
Ia menjelaskan bahwa penerapan relaksasi tarif PPN ini bersifat sementara dan diharapkan dapat diterapkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025.
Bhima juga mengungkapkan beberapa penyebab penurunan PMI manufaktur, termasuk meningkatnya biaya bahan baku akibat pelemahan nilai tukar rupiah, tingginya rasio suku bunga, serta tekanan inflasi bahan makanan yang menurunkan permintaan produk industri.
Selain relaksasi tarif PPN, Bhima juga merekomendasikan pemerintah untuk mengendalikan inflasi pangan, memperluas pasar ekspor alternatif, memberikan diskon tarif listrik sebesar 40-50 persen pada jam beban puncak, serta kembali memperketat impor.
“Impor barang jadi perlu dibatasi dengan tarif dan kebijakan non-tarif,” tegasnya.
Sementara itu, Piter Abdullah, pakar ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute, menyampaikan bahwa perlu persiapan yang optimal jika relaksasi PPN diterapkan, mengingat penurunan pajak berpotensi mengganggu penerimaan negara dan menyebabkan defisit ekonomi.
“Kita harus mempersiapkan sisi lainnya, karena jika penerimaan pajak turun sementara belanja pemerintah diharapkan naik dengan program-program yang ada, maka defisit akan melebar dan utang negara akan meningkat,” jelas Piter.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga menekankan perlunya penyesuaian pengaturan impor untuk mendongkrak optimisme pelaku industri dalam negeri yang terpengaruh oleh pengetatan pasar global dan regulasi perdagangan yang kurang mendukung.
Penyesuaian kebijakan yang diperlukan termasuk mengembalikan pengaturan impor sesuai dengan Permendag No. 36 Tahun 2023, serta pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk sejumlah komoditas. MM/AC