Masohi, Maluku Tengah (MataMaluku) – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maluku Tengah pada Senin (05/05) berlangsung ricuh. Rapat tersebut membahas legalitas Hak Guna Usaha (HGU) yang diklaim oleh PTPN XIV Kebun Awaya atas tanah ulayat milik Negeri Tananahu, Kecamatan Teluk Elpaputih.
Kericuhan dipicu oleh ketidakhadiran Direksi PTPN XIV dalam pertemuan penting tersebut. Padahal, sejumlah warga bersama tokoh adat Negeri Tananahu hadir untuk menuntut kejelasan atas keabsahan HGU yang sudah berakhir. Akibat kekecewaan yang memuncak, aparat keamanan internal DPRD terpaksa turun tangan meredakan situasi.
Manager PTPN XIV Kebun Awaya, Fredy Hutahayat, mengatakan absennya direksi dikarenakan adanya tugas lain. “Pihak direksi tengah menjalankan agenda penting lainnya, sehingga saya diminta untuk mewakili,” ujarnya. Namun, penjelasan ini tidak memuaskan warga.
Sementara itu Raja Negeri Tananahu yang juga Ketua Latupati Maluku Tengah, Yulia Awayakuane, menegaskan bahwa pemerintah negeri menolak perpanjangan HGU tersebut. “Sejak HGU berakhir tahun 2012, keberadaan PTPN XIV di atas tanah adat kami sudah tidak sah secara hukum. Ini adalah bentuk perampasan tanah,” tegas Yulia.
Ia juga menyatakan, “Kami menolak penggantian tanaman menjadi sawit. Apa yang dijanjikan selama 30 tahun tidak pernah ditepati – tidak ada pembagian lahan dua hektare per keluarga, tidak ada kontribusi signifikan bagi ekonomi negeri kami.”
Pemerintah Negeri Tananahu menyatakan bahwa sejak 31 Desember 2012, PTPN XIV tidak memiliki hak legal untuk beraktivitas di wilayah tersebut. Meski begitu, pada 2019 perusahaan kembali mengklaim lahan seluas 3.458 hektare tanpa persetujuan resmi dari negeri.
Sebagai catatan, HGU PTPN XIV berlaku dari 1 Januari 1982 hingga 31 Desember 2012. Hingga kini, Badan Pertanahan Nasional (BPN) belum menerbitkan Surat Keputusan perpanjangan izin tersebut.MM