Masohi, Maluku Tengah (MataMaluku) – Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah resmi menjatuhkan sanksi administratif kepada PT Wahana Lestari Investama (WLI) atas dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas tambak udang yang dikelola perusahaan tersebut di wilayah Pasahari, Kecamatan Seram Utara.
Sanksi tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati Maluku Tengah Nomor 660.31/280/2025 tentang penerapan sanksi administratif kepada PT WLI terkait penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Keputusan ini mulai berlaku efektif sejak diterima oleh pihak perusahaan pada 28 Mei 2025.
Dalam keputusan itu, PT WLI diwajibkan menjalankan empat poin utama sebagai bentuk tanggung jawab lingkungan:
-
Melakukan pemulihan kualitas air hingga memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan.
-
Melakukan perbaikan konstruksi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di lokasi tambak.
-
Melakukan revisi atas Persetujuan Teknis Pengelolaan Air Limbah sesuai kondisi lapangan saat ini.
-
Melaksanakan rehabilitasi terhadap lingkungan yang terdampak aktivitas tambak.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Maluku Tengah, Hengky Tomasoa, menegaskan bahwa perusahaan diberi waktu 30 hari sejak keputusan diterima untuk memenuhi seluruh kewajiban tersebut.
Tak hanya sanksi administratif, DLH juga menyampaikan 13 rekomendasi tambahan kepada PT WLI. Salah satu rekomendasi penting adalah pelaksanaan rehabilitasi terhadap lahan masyarakat yang terdampak, yang harus dilakukan dengan berkoordinasi bersama Pemerintah Kecamatan Seram Utara dan Pemerintah Negeri Pasahari.
Langkah tegas ini diambil setelah Pemkab Maluku Tengah menggelar pertemuan dengan pihak perusahaan pada Rabu, 14 Mei 2025. Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil uji laboratorium yang dilakukan di Makassar, yang menunjukkan bahwa kandungan limbah di tiga lokasi telah melampaui ambang batas yang ditetapkan.
Tiga titik yang terdampak parah antara lain:
-
Outlet IPAL SAID Pasahari dengan 10 parameter pencemar melebihi ambang batas,
-
Perkebunan warga dengan 9 parameter,
-
Muara sungai setempat dengan 5 parameter.
Perusahaan yang dipimpin oleh mantan Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu ini, kini menghadapi tekanan untuk segera memperbaiki dampak ekologis dari operasional tambaknya sebelum konsekuensi hukum yang lebih berat diberlakukan. MM