Yogyakarta (MataMaluku) – Polisi akhirnya menangkap ARS (24), pria yang menjadi otak pelemparan batu dan bom molotov ke enam pos polisi di Sleman dan Kota Yogyakarta pada Kamis (4/9) lalu.
Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Eva Guna Pandia mengungkapkan, penangkapan berawal dari analisis rekaman CCTV di 41 titik yang dilalui pelaku. Dari rekaman itu terlihat seorang pria berhelm hitam, mengenakan hoodie abu-abu, celana hitam, dan mengendarai motor Vario melakukan aksi pelemparan di semua lokasi.
“Dari hasil penyelidikan, diketahui pelaku adalah satu orang. Selanjutnya, tim gabungan melakukan penggerebekan di rumahnya di Godean, Sleman, pada Rabu (10/9) dini hari,” kata Eva dalam konferensi pers di Mapolresta Yogyakarta, Kamis.
Dalam penggerebekan tersebut, polisi menemukan barang bukti berupa motor, pakaian, dan helm yang digunakan saat beraksi. Namun, ARS tidak berada di rumah karena sempat melarikan diri. Setelah pendekatan persuasif kepada keluarga, ARS akhirnya menyerahkan diri sekitar pukul 10.00 WIB di hari yang sama.
Dibantu Rekan Saat Meracik Molotov
Dari pemeriksaan, ARS mengaku meracik molotov dengan bantuan temannya, DSP (21) alias Yaya. Polisi kemudian menangkap DSP di rumahnya di Kasihan, Bantul, pada Rabu sore.
“DSP membantu menyiapkan botol, melubangi tutup, dan memegangi botol saat ARS menuangkan bensin serta memasang sumbu,” jelas Eva.
Motif keduanya terungkap hanya ikut-ikutan setelah melihat konten perusakan kantor polisi di media sosial.
Aksi 40 Menit, 6 Pos Jadi Sasaran
Kasatreskrim Polresta Yogyakarta Kompol Riski Adrian Lubis menambahkan, aksi ARS dilakukan secara acak selama sekitar 40 menit, mulai pukul 05.10 WIB hingga 05.50 WIB.
Enam pos polisi yang disasar yakni Pos Lantas Monjali, Pos Lantas Jombor, Pos Lantas Pelem Gurih, Pos Polisi Denggung, Pos Polisi Kronggahan (Sleman), dan Pos Lantas Pingit (Kota Yogyakarta).
Molotov hanya dilemparkan di Pos Pingit dan Monjali, sementara empat pos lainnya dilempari batu. “Setelah aksinya, pelaku sempat bekerja seperti biasa sebagai buruh bangunan, meski tangannya terluka karena sempat terjatuh saat beraksi,” kata Riski.
Jerat Hukum Berat
Polisi menjerat ARS dengan Pasal 187 ke-1 e dan 187 ke-2 e KUHP, serta pasal tambahan percobaan, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Sementara DSP dikenakan pasal pembantuan dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
“Ini adalah upaya serius kami untuk menindak tegas aksi yang mengganggu keamanan masyarakat, terlebih menyasar fasilitas kepolisian,” tegas Eva. MM/AC