Kendari, Sulawesi Tenggara (MataMaluku) – Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) mengungkapkan bahwa uang sebesar Rp2 juta yang diminta dari guru honorer Supriyani digunakan untuk pembangunan gedung Unit Reskrim Polsek Baito.
Kepala Bidang (Kabid) Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch. Sholeh, menyampaikan hal ini dalam persidangan kode etik terhadap mantan Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris, dan mantan Kanit Reskrim Polsek Baito, Aipda Amiruddin. Persidangan tersebut mengungkap bahwa uang tersebut digunakan untuk membeli material seperti tegel dan semen untuk pembangunan ruang Unit Reskrim Polsek Baito.
“Uang bantuan dari Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman, sebesar Rp2 juta diterima dan diakui digunakan untuk pembangunan ruangan Unit Reskrim Polsek Baito,” ujar Sholeh saat ditemui di Kendari, Kamis (5/12).
Dalam persidangan kode etik, Propam Polda Sultra menghadirkan tujuh saksi, di antaranya:
- Guru honorer Supriyani
- Katiran (suami Supriyani)
- Lilis Herlina Dewi (rekan Supriyani)
- Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman
- Orang tua terduga korban penganiayaan, Aipda Wibowo Hasyim dan Nur Fitriana
Saat ini, sidang kode etik masih berlanjut dengan agenda putusan terhadap Ipda Muhammad Idris dan Aipda Amiruddin.
Kasus ini bermula ketika mantan Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris, dan Aipda Amiruddin diduga meminta uang sebesar Rp2 juta dari Supriyani, seorang guru honorer di Konawe Selatan. Sidang kode etik terhadap keduanya digelar serentak di Polda Sultra.
“Fokus kami adalah memeriksa semua saksi dan terduga pelanggar, khususnya Ipda Muhammad Idris,” tambah Sholeh.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan dugaan penyalahgunaan jabatan dan permintaan uang kepada pihak yang tidak seharusnya. Agenda putusan sidang kode etik diharapkan segera memberikan kejelasan terkait sanksi yang akan dijatuhkan kepada kedua oknum polisi tersebut. MM/AC