Ambon, Maluku (MataMaluku) – Penertiban pedagang kaki lima (PKL) yang dilakukan Pemerintah Kota Ambon sejak 28 April lalu mulai memunculkan gelombang keluhan dari para pedagang. Aksi penertiban yang mencakup wilayah Pantai Losari, kawasan Pasar Mardika, hingga Batu Merah ini dinilai tidak disertai solusi konkrit bagi para pedagang yang terdampak.
Tim DMS Media Group yang menelusuri sejumlah titik penertiban menemui berbagai ungkapan ketidakpuasan dari para pedagang. Mereka menyesalkan langkah pemerintah yang dianggap hanya fokus menggusur tanpa memikirkan dampak sosial dan ekonomi yang dialami para pedagang kecil.
“Kalau mau tertibkan, silakan. Tapi tolong siapkan dulu tempat bagi kami. Pasar baru Mardika itu katanya untuk pedagang, tapi kenyataannya tidak semua bisa masuk. Hanya yang punya akses saja,” ungkap salah satu pedagang yang biasa berjualan di sekitar terminal Mardika.
Menurut keterangan mereka, gedung baru Pasar Mardika memang dibangun untuk menampung para pedagang. Namun, dalam implementasinya, banyak pedagang yang justru tidak mendapat tempat. Sebagian mengaku tidak mendapat informasi jelas mengenai mekanisme penempatan, sementara yang lain mengklaim bahwa tempat-tempat strategis di dalam gedung sudah dikuasai oleh pedagang-pedagang besar atau mereka yang memiliki ‘kedekatan’ tertentu.
“Kami ini juga rakyat kecil yang mencari makan setiap hari. Kalau digusur tanpa tempat pengganti, kami harus jualan di mana lagi?” keluh pedagang lainnya.
Keluhan tidak hanya datang dari kawasan Mardika. Di Batu Merah, sejumlah pedagang mempertanyakan ketimpangan kebijakan penertiban. Menurut mereka, ada area tertentu di pasar Batu Merah yang dibiarkan tetap beroperasi, sementara sebagian lainnya digusur. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang asas keadilan dalam proses penertiban yang dilakukan oleh aparat gabungan Pemkot Ambon.
“Kalau mau tertib, ya harus semua. Jangan cuma sebagian yang digusur, sementara yang lain tetap jualan seperti biasa. Di mana keadilannya?” ujar seorang pedagang dari kawasan Batu Merah.
Pemerintah Kota Ambon sendiri belum memberikan keterangan resmi terkait keluhan-keluhan ini. Namun sebelumnya, penertiban dilakukan sebagai bagian dari upaya penataan kota dan pengembalian fungsi fasilitas umum, termasuk terminal angkutan umum yang selama ini dipenuhi lapak-lapak liar.
Meski demikian, para pedagang berharap adanya kebijakan lanjutan dari pemerintah kota maupun provinsi Maluku yang lebih berpihak kepada rakyat kecil. Mereka meminta agar pemerintah tidak hanya fokus pada aspek penertiban, tetapi juga memikirkan nasib para pedagang yang kehilangan mata pencaharian.
“Jangan hanya gusur-gusur saja. Kami berharap pemerintah hadir memberikan solusi, bukan justru menambah beban hidup kami,” pungkas seorang pedagang yang kini terpaksa berhenti berjualan.
Kondisi ini menggambarkan dilema klasik dalam upaya penataan kota: antara kepentingan tata ruang dan keberlangsungan ekonomi rakyat kecil. Pemerintah dituntut bijak, agar upaya penertiban tidak berubah menjadi bentuk pengabaian terhadap hak hidup masyarakat.MM