Ambon – Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon bersama Universitas Pattimura dan TMDRC Universitas Syiah Kuala menggelar Focus Group Discusion (FGD) dengan tema “Integrasi Tsunami Historis ke Dalam Upaya Kesiapsiagaan Masyarakat dan Kebijakan Tata Ruang”.
Kegiatan FGD yang digelar di Hotel Amaris Jln. Diponegoro, Selasa (30/8/2022) dilakukan sebagai bagian dari riset dalam rangka mencari bentuk media edukasi dan informasi bagi peningkatan kesiapsiagaan dan juga mengintegrasikan upaya mitigasi dalam RT/RW Kota Ambon.
Staf Ahli Wali Kota Ambon bidang Pemerintahan dan Pelayanan Publik, Pieter Saimima dalam sambutannya menyatakan, inisiatif pihak TDMRC Universitas Syiah Kuala dan Universitas Pattimura, adalah upaya menyinergikan pengalaman dan pengetahuan dari dua tempat yang rawan Tsunami, yaitu Aceh dan Maluku.
“FGD ini menjadi penting tidak saja melanjutkan proses yang selama ini telah dilakukan oleh Pemkot, namun juga melihat aspek lain dari sudut pandang mitigasi struktural yang sering kurang mendapat porsi pembahasan yang memadai,” katanya.
Saimima menjelaskan, Kota Ambon adalah salah satu kota di Indonesia timur yang rawan Tsunami. Secara topografi, Kota Ambon beruntung memiliki daerah-daerah perbukitan yang mengelilingi kota. Namun, tata ruang Kota Ambon saat ini masih perlu dikaji apakah regulasi yang ada sudah cukup optimal mengadopsi konsep mitigasi tsunami struktural dan non-struktural.
“Tsunami di Teluk Ambon yang melanda Hative Kecil dan Galala tahun 1950 adalah satu diantara tsunami yang masih menjadi tanda tanya sampai saat ini sumber dan mekanisme terjadinya,” ungkap Saimima.
Pemkot menyadari bahwa upaya mitigasi bencana, termasuk Tsunami, perlu dilaksanakan secara berkelanjutan dan integratif.
Prinsip berkelanjutannya perlu tercermin pada berbagai aspek, baik perencanaan, pelaksanaan, maupun pemantauan/evaluasi capaian kinerja, dalam hal ini adalah Penurunan Indeks Risiko Bencana di Kota Ambon.
Sesuai Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) yang diterbitkan oleh BNPB, Kota Ambon memiliki Indeks Risiko 98,33 yang termasuk kategori sedang.
“Namun perlu diingat bahwa indeks ini dapat saja turun secara drastis jika tidak dilakukan upaya yang berkelanjutan dan integratif tersebut,” ingatnya.
Saimima berharap FGD menjadi sarana tepat untuk mempertemukan semua pihak terkait, serta menghasilkan output yang konkrit dan berguna bagi pemerintah dan masyarakat Kota Ambon.
Sementara itu, Perwakilan TMDRC Univ. Syah Kuala, Prof. Syamsidik menjelaskan Riset ini merupakan inisiasi dari Grup Peneliti di Indonesia dan Jepang yang dilakukan di Banda Aceh, Ambon, Pangandaran, Pacitan, Bali, Palu dan Ibu Kota Negara (IKN) baru.
“Tujuannya adalah bagaimana hasil riset ini diadopsi di tingkat kebijakan terhadap review tata ruang kota, serta diterjemahkan dalam media komunikasi dan edukasi para mitra terkait kesiapsiagaan masyarakat,” tutupnya
Turut hadir dalam FGD, Kepala BPBD Kota Ambon, Bapeda-Litbang,Stasiun Geofisika BMKG Kota Ambon, Perwakilan Negeri Hative Kecil, Desa Galala, dan Forum PRB Kota Ambon. Matamaluku.com