Pasca Aksi Nyaris Ricuh, Saniri dan Pemneg Hative Besar Gelar Mediasi dengan Warga Adat

  • Bagikan
Pemerintah Negeri Hative Besar
Badan Saniri dan Pemerintah Negeri (Pemneg) Hative Besar

Ambon, Maluku (MataMaluku) – Pemerintah Negeri (Pemneg) dan Badan Saniri Negeri Hative Besar menggelar pertemuan mediasi dengan perwakilan warga adat, Kamis (12/6), menyusul aksi demonstrasi yang berlangsung panas di depan kantor negeri sehari sebelumnya. Aksi tersebut digelar oleh sejumlah keluarga besar yang mempersoalkan transparansi dan efektivitas kinerja lembaga adat dan pemerintahan negeri.

Mediasi yang berlangsung di ruang rapat kantor Pemerintah Negeri Hative Besar dihadiri oleh Ketua Saniri Richard Siatauw, Penjabat Kepala Pemerintahan Negeri Aser Sangadji, Sekretaris Negeri Kevin Pieris, serta sejumlah staf pemerintahan lainnya. Dari pihak warga, hadir perwakilan keluarga adat seperti Lodrigus, Laisatamu, Lelapary, Matitahatiwen, Nunumete, Talahaturuson, dan de Fretes.

Isu utama yang disorot warga adalah keabsahan marga atau mata rumah parenta yang berhak menentukan calon Raja definitif Negeri Hative Besar. Mereka menilai proses selama ini tidak inklusif dan cenderung tertutup.

Ketua Saniri Richard Siatauw menjelaskan bahwa kewenangan penetapan raja sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 8, 9, dan 10 Tahun 2017, yang menyatakan bahwa proses penetapan raja definitif merupakan tanggung jawab Saniri Negeri sebagai representasi dari masing-masing soa adat.

Menurutnya, Saniri Negeri telah membuka ruang bagi marga yang merasa memiliki hak sebagai mata rumah parenta untuk mengajukan bukti keadatan mereka. Dari proses itu, tujuh keluarga telah menyerahkan dokumen dan referensi sejarah, yaitu keluarga Lakatua, Uspessy, Lodrigus, Nunumete, Helaha, dan Tuhuleruw.

“Saniri juga telah melakukan uji publik serta peninjauan langsung ke situs-situs sejarah yang disebutkan oleh masing-masing keluarga dalam dokumennya,” terang Siatauw.

Meski berlangsung cukup tegang dan sempat memanas karena ketidakpuasan beberapa warga, suasana mediasi tetap terkendali. Pihak Saniri dan Pemneg memilih menggunakan pendekatan terbuka dan persuasif untuk meredam emosi massa.

Siatauw mengaku memahami kekecewaan warga, namun menegaskan bahwa proses pengambilan keputusan soal penetapan raja harus tetap merujuk pada peraturan yang berlaku.

“Kami berharap mediasi ini bisa menjadi titik balik untuk membangun komunikasi yang lebih baik antara pemerintah negeri dan masyarakat adat, agar stabilitas dan keharmonisan di Hative Besar tetap terjaga,” pungkasnya. MM

 

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *