Tananahu, Maluku Tengah (MataMaluku) – Masyarakat Negeri Pasune Waralatu Tananahu dan Negeri Tounusa Hatalepu Akoon melaksanakan ritual adat sakral Panas Pela, simbol kuatnya persaudaraan yang telah terjalin selama berabad-abad. Prosesi khidmat ini berlangsung di Baeleo Suane Warasopolesi, Jumat (20/12), sebagai peringatan atas hubungan Pela Gandong antara kedua negeri.
Ritual dimulai dengan Pasawari Pela Dara, sebuah prosesi pengambilan darah dari jari kedua raja yang dicampur dalam sempe (bejana tanah liat) berisi sopi. Campuran ini kemudian diminum bersama, diiringi tarian cakalele dan lagu-lagu adat yang penuh makna.
Acara ini dihadiri oleh pejabat daerah, termasuk Kepala Dinas Pariwisata yang mewakili Pj. Bupati Maluku Tengah, Rakib Sahubawa, anggota DPRD, Muspida, tokoh adat, serta ratusan warga dari kedua negeri.
Dalam sambutannya, Pj. Bupati Maluku Tengah menekankan pentingnya melestarikan warisan leluhur Panas Pela sebagai simbol persaudaraan dan harmoni budaya. Ia menegaskan bahwa revitalisasi nilai-nilai adat sangat relevan untuk memperkuat solidaritas di tengah dinamika masyarakat multikultural di Bumi Pamahanunusa.
Ina Latu Negeri Tananahu, Yulia Awayakuane, mengajak generasi muda kedua negeri untuk memaknai Panas Pela sebagai simbol persaudaraan yang sakral. “Dengan semangat ini, tidak boleh ada lagi pemikiran negatif yang mengganggu hubungan antara masyarakat kedua negeri bersaudara ini,” ujarnya.
Upu Latu Negeri Akoon, Dace Tahapary, juga menyampaikan harapan agar ritual ini terus memperkuat hubungan persaudaraan yang diwariskan leluhur. Ia menekankan pentingnya mematuhi larangan dan pantangan yang telah diikrarkan dalam akta Pela Gandong sebagai wujud penghormatan terhadap adat.
Puncak acara ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh para pemimpin adat dari kedua negeri, diikuti makan patita bersama di Waipapa Beach. Prosesi ini mengingatkan kembali pada nilai-nilai luhur adat sebagai fondasi kehidupan bermasyarakat yang damai, religius, dan harmonis.
Tradisi Pela Gandong ini mengakar pada peristiwa bersejarah tahun 1883, ketika masyarakat Akoon memberikan perlindungan kepada Niniolo Rumalarua yang diserang di kawasan Tikoletaini. Peristiwa heroik tersebut melahirkan sumpah Pela yang memperkuat hubungan kedua komunitas hingga kini.
Sebagai warisan budaya yang kaya makna, Panas Pela menjadi pengingat akan solidaritas dan persaudaraan di tengah keberagaman adat di Maluku. Ritual ini juga mempertegas komitmen masyarakat untuk menjaga tradisi sebagai aset berharga bagi generasi mendatang. MM