Pakar: Putusan MK Penghapusan Presidential Threshold Harus Dikawal

  • Bagikan
Caroline Paskarina
Pengamat politik Universitas Padjadjaran Caroline Paskarina

Jakarta (MataMaluku) – Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Caroline Paskarina, menegaskan pentingnya pengawalan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 mengenai penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) melalui revisi undang-undang kepemiluan.

“Putusan ini perlu diikuti dengan revisi UU kepemiluan agar pembenahan sistem pemilu dapat dilakukan secara sistematis,” ujar Caroline di Jakarta, Senin (6/1/2025).

Menurut Caroline, putusan MK ini menjadi langkah penting dalam memperbaiki sistem kepemiluan, khususnya terkait pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden. Dengan penghapusan presidential threshold, diharapkan ruang kompetisi antarpartai politik semakin terbuka, memberikan peluang lebih besar bagi figur potensial dengan rekam jejak dan kinerja yang baik untuk maju dalam kontestasi.

“Partai politik dapat memanfaatkan putusan ini untuk memperbaiki mekanisme rekrutmen dan kandidasi,” tambahnya.

Pada Kamis (2/1/2025), MK memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold yang tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Putusan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

MK menilai presidential threshold menutup hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu, MK mengamati bahwa sistem threshold cenderung menghasilkan hanya dua pasangan calon pada setiap pemilu presiden, yang berpotensi memicu polarisasi politik berbahaya bagi keutuhan bangsa.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa ketentuan threshold melanggar hak politik rakyat, kedaulatan, moralitas, rasionalitas, serta prinsip keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi dalam demokrasi.

“Dengan adanya putusan ini, ada harapan baru untuk menciptakan pemilu yang lebih inklusif, kompetitif, dan adil bagi seluruh peserta,” tutup Caroline.

Revisi UU Pemilu menjadi langkah konkret yang perlu segera dilakukan untuk memastikan pelaksanaan putusan MK ini berjalan efektif, sekaligus mendorong perubahan sistem politik Indonesia ke arah yang lebih demokratis dan berkeadilan. MM/AC

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *