MK Tegaskan Kewenangan KPK Tangani Korupsi Militer Hingga Putusan Inkrah

  • Bagikan
Suhartoyo 2
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kiri atas)

Jakarta (MataMaluku) – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki kewenangan untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan unsur militer hingga adanya putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah), selama kasus tersebut ditangani sejak awal oleh KPK.

Penegasan ini dituangkan dalam putusan MK yang mengabulkan sebagian uji materi terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU 30/2002). Putusan tersebut merupakan hasil permohonan advokat Gugum Ridho Putra dalam perkara nomor 87/PUU-XXI/2023.

“Amar putusan, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan dalam sidang pleno MK di Jakarta, Jumat.

Pasal 42 sebelumnya menyatakan bahwa KPK memiliki kewenangan mengoordinasikan dan mengendalikan penanganan korupsi yang melibatkan unsur militer dan sipil. Namun, MK menilai perlu adanya penegasan tambahan yang berbunyi, “Sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”

Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan, korupsi koneksitas yang melibatkan unsur sipil dan militer sering menjadi persoalan karena perbedaan penafsiran di kalangan penegak hukum. MK menilai, secara gramatikal dan sistematis, Pasal 42 seharusnya memberikan kewenangan penuh kepada KPK dalam penanganan kasus semacam itu.

“Penegakan hukum tidak boleh terhambat oleh budaya sungkan atau ewuh pakewuh, terutama terhadap ketentuan yang sudah diatur tegas dalam undang-undang,” tegas Arsul.

MK menambahkan bahwa kasus korupsi yang ditangani oleh lembaga selain KPK tidak perlu dialihkan ke KPK, kecuali jika kasus tersebut sejak awal ditemukan dan ditangani oleh KPK.

Dengan keputusan ini, MK berharap tidak ada lagi keraguan bagi KPK untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer hingga tahap akhir, selama penanganannya dimulai oleh KPK.

Pasal 42 UU 30/2002 kini berbunyi:
“KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”

Putusan ini diharapkan menjadi acuan dalam penguatan kewenangan KPK untuk menangani kasus korupsi secara tegas dan tanpa hambatan, baik dari unsur sipil maupun militer.MM/AC

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *