Jakarta (MataMaluku) – Menghapus kemiskinan ekstrem di Indonesia telah menjadi salah satu prioritas utama pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Usaha ini menunjukkan hasil yang signifikan, di mana pemerintah berhasil menurunkan angka kemiskinan ekstrem secara drastis.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sejak 2014, persentase penduduk miskin ekstrem di Indonesia terus mengalami penurunan, dari 6,18 persen menjadi 0,83 persen atau sekitar 2,3 juta orang pada Maret 2024.
Dengan pencapaian ini, Indonesia mendekati nol persen kemiskinan ekstrem, lebih cepat enam tahun dari target Sustainable Development Goals (SDGs) yang menetapkan penghapusan kemiskinan ekstrem pada tahun 2030. Bank Dunia pun mengakui keberhasilan Indonesia dalam memberantas kemiskinan ekstrem ini.
Namun, pemerintah tidak berpuas diri dan berkomitmen untuk terus menekan angka kemiskinan ekstrem hingga nol persen pada tahun 2024, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Harapannya, upaya ini dapat terus berlanjut pada periode pemerintahan berikutnya, hingga ke tingkat pemerintahan terkecil.
Kolaborasi Solid untuk Pengentasan
Mencapai nol persen kemiskinan ekstrem di Indonesia membutuhkan kolaborasi yang kuat serta sumber daya yang besar. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menekankan pentingnya inovasi dan kreativitas dari pemerintah daerah dalam menyusun program pengentasan kemiskinan ekstrem yang sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah.
Setiap daerah memiliki tantangan unik, sehingga solusi yang diterapkan tidak bisa diseragamkan. Kreativitas dan kemampuan pemerintah daerah dalam berinovasi menjadi kunci dalam penanganan kemiskinan ekstrem.
Meskipun secara nasional angka kemiskinan ekstrem sudah turun menjadi 0,83 persen, masih ada tiga provinsi dengan tingkat kemiskinan ekstrem lebih dari lima persen, yaitu Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua. Selain itu, terdapat 12 provinsi lainnya dengan tingkat kemiskinan ekstrem di atas angka nasional, termasuk Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Aceh, dan Maluku.
Dengan kondisi ini, pemerintah daerah diimbau untuk terus memperbarui data sebagai bagian dari evaluasi, agar intervensi kebijakan dapat dilakukan dengan tepat sesuai kondisi masyarakat. Data yang akurat menjadi kunci dalam penanganan kemiskinan ekstrem, mengingat dinamika masyarakat miskin yang terus berubah.
Mempercepat Penghapusan Kemiskinan Ekstrem
Mengacu pada Inpres Nomor 4 Tahun 2022, percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem hingga nol persen dilakukan melalui strategi kebijakan yang mencakup pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan, dan penurunan jumlah kantong kemiskinan.
Pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk membantu masyarakat, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) yang memberikan bantuan sosial untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan layanan kesehatan. Selain itu, program padat karya tunai dan pelatihan serta bantuan modal usaha juga digulirkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Untuk menangani kantong kemiskinan, pemerintah fokus pada peningkatan akses pendidikan, kesehatan, serta pembangunan infrastruktur jalan guna meningkatkan konektivitas antar wilayah. Strategi pentahelix, yang melibatkan kolaborasi antara pemerintah, swasta, akademisi, organisasi masyarakat, dan media massa, diharapkan dapat mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK, Nunung Nuryartono, menegaskan pentingnya pensasaran dan konvergensi program untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem. Verifikasi dan validasi data secara berkesinambungan diperlukan agar program dapat berjalan lebih efektif.
Keberhasilan pengentasan kemiskinan ekstrem akan membawa dampak positif bagi pembangunan nasional, mendorong Indonesia menuju kesejahteraan yang lebih merata dan berkelanjutan.
Komitmen Bersama untuk Masa Depan
Kesuksesan dalam menghapus kemiskinan ekstrem di Indonesia bergantung pada komitmen semua pihak. Pemerintah pusat tidak dapat bekerja sendiri tanpa dukungan pemerintah daerah. Daerah yang memiliki kemampuan fiskal yang baik dapat mengambil inisiatif untuk melakukan intervensi kemiskinan tanpa menunggu arahan pusat. Sebaliknya, bagi daerah yang fiskalnya lemah, pemerintah pusat akan memperkuat intervensi untuk mempercepat penanganan kemiskinan.
Dengan pendekatan yang terkoordinasi dan fokus pada kebutuhan, Indonesia diyakini mampu mencapai target menghapus kemiskinan ekstrem secara menyeluruh. MM/AC