Jakarta – Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengakui adanya dugaan korupsi dalam transaksi pembelian alat pelindung diri (APD) yang dilakukan dengan terburu-buru di awal pandemi COVID-19. Pada saat itu, kurun 2019-2020 menjadi momen krusial di mana pemerintah harus mengambil keputusan cepat untuk melindungi masyarakat.
Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa kejadian ini terjadi sebelum dirinya dilantik sebagai Menteri Kesehatan oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya, pembelian APD yang harus dilakukan dengan cepat pada awal pandemi dapat mengakibatkan harga-harga yang tidak sesuai atau berbeda, sehingga memunculkan dugaan pidana korupsi.
“Saya sudah pelajari sebelum saya masuk (Kementerian Kesehatan RI) memang ada pembelian-pembelian yang harus cepat dilakukan di awal-awal, sehingga dapat terjadi banyak harga-harga yang mungkin tidak sesuai atau berbeda,” ujar Budi Gunadi Sadikin.
Meskipun mengakui perlunya pengambilan keputusan cepat, Menteri Kesehatan juga menekankan pentingnya integritas dan niat yang jelas dalam setiap keputusan yang diambil. Ia mengingatkan seluruh pejabat publik di lingkup Kementerian Kesehatan RI untuk berhati-hati dan menjalankan tugas dengan niat yang tulus demi melindungi masyarakat.
Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa, meskipun dugaan korupsi terjadi di awal-awal sebelum dirinya menjabat, hal tersebut seharusnya tidak menjadi masalah jika bertujuan untuk menyelamatkan masyarakat. Ia juga menyatakan dukungannya terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani kasus tersebut hingga tuntas.
“Saya sudah minta, saya posisi di Kemenkes RI kita dukung semua langkah penegakan hukum itu,” ungkapnya.
KPK telah memulai penyidikan terkait dugaan korupsi pengadaan APD di Kementerian Kesehatan RI sejak 9 Oktober 2023. Kasus ini berkaitan dengan pengadaan APD di Pusat Krisis Kemenkes RI tahun 2020 senilai Rp3,03 triliun untuk 5 juta set APD. Meskipun belum diumumkan siapa yang menjadi tersangka, dugaan sementara menunjukkan adanya kerugian negara yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah dan berpotensi untuk berkembang lebih lanjut. Matamaluku