KPK Panggil Pegawai Basarnas dan BPN Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Truk

  • Bagikan
Tessa Mahardhika Sugiarto 2
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto.

Jakarta (MataMaluku) – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (12/10) memanggil sejumlah pegawai Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai saksi dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle di Basarnas pada periode 2012-2018.

“Pemeriksaan berlangsung di Gedung KPK Merah Putih terhadap beberapa saksi, yakni ATS, BW, AHP, dan SM,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, saat dikonfirmasi.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, saksi-saksi yang diperiksa adalah Agustinus Tri Setiawan (ATS), Staf Operator Bagian Keuangan Basarnas tahun 2014; Bambang Wigati (BW), Direktur PT Galang Artha Mandiri; Anang Hendri Prayogo (AHP), Kasi PHP Kantor Pertanahan Kota Bogor; serta Seri Maharani BR Karo (SM), Kasi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Kabupaten Bogor.

KPK belum memberikan rincian lebih lanjut terkait materi pemeriksaan terhadap para saksi tersebut. Namun, penyidikan ini berhubungan dengan kasus korupsi yang telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas periode 2009-2015 Max Ruland Boseke (MRB), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Basarnas Anjar Sulistiyono (AJS), dan Direktur CV Delima Mandiri William Widarta (WLW).

Menurut Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, kasus ini bermula pada November 2013, ketika Basarnas mengusulkan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) berdasarkan Rencana Strategis Basarnas 2010-2014. Di dalamnya, terdapat anggaran untuk pengadaan truk angkut personel senilai Rp47,6 miliar dan rescue carrier vehicle senilai Rp48,7 miliar.

Proses pengadaan tersebut dikondisikan oleh Max Ruland Boseke untuk dimenangkan oleh PT TAP, sebuah perusahaan yang dikuasai William Widarta. Anjar Sulistiyono kemudian menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) menggunakan data yang diberikan oleh Riki Hansyah, pegawai William Widarta.

Pada Maret 2014, PT TAP diumumkan sebagai pemenang lelang, dan pada Mei 2014, perusahaan tersebut menerima pembayaran uang muka sebesar Rp8,5 miliar untuk pengadaan truk angkut personel serta Rp8,7 miliar untuk rescue carrier vehicle. Beberapa bulan kemudian, Max Ruland Boseke menerima Rp2,5 miliar dari William Widarta yang digunakan untuk kepentingan pribadi.

Dalam penyidikan lebih lanjut, KPK menemukan indikasi persekongkolan dalam pengadaan tersebut, termasuk kesamaan alamat IP, surat dukungan, dan dokumen teknis antara PT TAP dan perusahaan pendampingnya.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam auditnya mencatat kerugian negara sebesar Rp20,4 miliar dalam pengadaan ini.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. MM/AC

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *