Jakarta – Dalam upaya menyoroti isu yang mengkhawatirkan, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan bahwa setiap jamnya, tidak kurang dari tiga perempuan di Indonesia menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Dalam sebuah acara bertajuk Gema Kolaboratif Multistakeholders Menghapuskan KDRT di Ruang Publik, yang diadakan di Jakarta, Minggu, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menyampaikan fakta yang menyedihkan ini.
“Sejak 2001, saat Komnas Perempuan mulai mendokumentasikan catatan tahunan dengan lembaga layanan, setiap jamnya setidaknya tiga perempuan di Indonesia menjadi korban KDRT di rumahnya sendiri,” kata Andy.
Andy menyoroti bahwa angka tersebut adalah data yang tercatat resmi, sementara kenyataannya kemungkinan lebih banyak kasus yang tidak dilaporkan.
Lebih lanjut, Andy menggambarkan bagaimana angka tersebut melampaui kejadian kekerasan di tempat lain. Hal ini menggambarkan kesalahpahaman umum bahwa rumah dianggap sebagai tempat yang aman bagi perempuan, padahal realitanya sering kali berbeda.
Ia juga menekankan bahwa banyak kasus KDRT tidak dilaporkan karena berbagai alasan, mulai dari rasa malu, ketidaktahuan akan prosedur pelaporan, hingga imbauan dari keluarga untuk bersabar.
“Sabar memang penting, tapi korbannya juga harus mendapatkan bantuan dan rehabilitasi, dan hal ini telah diatur dalam UU PKDRT (Undang-Undang Penghapusan KDRT),” tegasnya.
Menurut Andy, rasa sabar tanpa aksi nyata dalam melaporkan ke pihak berwajib tidak akan mengatasi permasalahan KDRT, bahkan cenderung membiarkan perempuan terperangkap dalam lingkaran penyiksaan yang berulang.
Oleh karena itu, Andy mendorong perempuan untuk melaporkan kasus KDRT yang terjadi sebagai langkah awal untuk memecah siklus tersebut dan membebaskan perempuan dari kekerasan tersebut.
Dalam konteks ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga mengingatkan bahwa korban dan saksi KDRT dapat melaporkan kejadian tersebut melalui layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, yang telah terintegrasi di 34 provinsi di seluruh Indonesia.
“Bapak dan ibu yang menyaksikan atau mendengar kasus KDRT, kami mendorong partisipasi aktif untuk melaporkan kejadian tersebut melalui hotline SAPA 129,” tegasnya.
Bintang menegaskan bahwa layanan SAPA 129 dapat diakses melalui hotline 129, WhatsApp (WA) 08111129129, dan juga tersedia dalam bentuk aplikasi SAPA 129 yang dapat diunduh melalui PlayStore. Dengan demikian, upaya untuk memberikan perlindungan bagi korban KDRT dapat menjadi lebih terintegrasi dan mudah diakses oleh masyarakat. Matamaluku