Komisi I: Pembebasan Pilot Philip Mark Catatan Sejarah Penyelesaian Sandera

  • Bagikan
Teuku Riefky Harsya
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Teuku Riefky Harsya

Jakarta (MataMaluku) – Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Teuku Riefky Harsya, menyatakan bahwa pembebasan Pilot Susi Air Kapten Philip Mark Mehrtens oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menjadi catatan penting dalam sejarah internasional, menunjukkan kemampuan Indonesia menangani kasus penyanderaan dengan baik.

“Kami dari Komisi I DPR RI melihat ini sebagai pencapaian yang menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu menyelesaikan penyanderaan warga negara asing di wilayah NKRI dengan sukses,” ungkap Teuku Riefky dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Ia juga menegaskan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil kerja keras dari berbagai pihak, termasuk TNI-Polri, pemerintah pusat dan daerah, tokoh agama, adat, serta dukungan masyarakat setempat.

Secara khusus, Komisi I DPR memberikan apresiasi kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan yang berperan penting dalam keberhasilan operasi ini.

“Kami mengucapkan terima kasih atas upaya luar biasa yang dilakukan dengan penuh kesabaran selama satu setengah tahun terakhir. Misi pembebasan Kapten Philip Mehrtens, warga negara Selandia Baru, akhirnya berhasil,” tambahnya.

Kapten Philip Mark Mehrtens disandera oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya sejak Februari 2023 dan berhasil dibebaskan pada Sabtu (21/9). Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz 2024, AKBP Bayu Suseno, menyatakan bahwa Philip telah dijemput oleh tim gabungan di Kampung Yuguru, Distrik Maibarok, Kabupaten Nduga, dan langsung diterbangkan menuju Mako Brimob Batalyon B/Timika.

Kepala Operasi Damai Cartenz 2024, Brigjen Polisi Faizal Ramadhani, menjelaskan bahwa pendekatan soft approach menjadi kunci keberhasilan dalam pembebasan ini. Pihaknya mengedepankan dialog melalui tokoh agama, adat, dan keluarga dekat Egianus Kogoya dalam proses negosiasi.

“Kami memilih pendekatan melalui tokoh-tokoh setempat seperti pemuka agama, adat, dan keluarga Egianus Kogoya,” ujar Faizal dalam keterangannya di Jakarta. MM/AC

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *