Komisi I DPRD Minta BPN Kota Ambon Mediasi Ulang Sengketa Lahan Warga Hunuth

  • Bagikan
Komisi I DPRD Minta BPN Kota Ambon Mediasi Ulang Sengketa Lahan Warga Hunuth

Ambon – Komisi I DPRD Kota Ambon meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon menjadwalkan ulang pertemuan atau mediasi untuk menyelesaikan persoalan sengketa lahan antara warga Hunuth dan ahli waris keluarga Tamaela yang mengklaim sebagai pemilik lahan Eigendom Verponding No 1036 seluas 17 hektar di Desa Hunuth, Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kota Ambon.

Pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon Zeth Pormes itu dihadiri 53 KK warga Desa Hunuth didampingi Kuasa Hukum Herman Hattu and Partner juga ahli waris Keluarga Tamaela bersama kuasa hukumnya Richard Ririhena.

Herman Hattu menyatakan, klaim kepemilikan atas lahan seluas kurang lebih 17 hektare No 1036 oleh ahli waris Tamaela adalah keliru dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Karena proses gugatan yang dilakukan oleh Lodewijk Tamaela (Almarhum) terhadap Pemerintah Negeri Hunuth–Durian Patah yang saat itu dipimpin oleh Reinhard Kappuw ditolak oleh Pengadilan Negeri Ambon, Pengadilan Tinggi Maluku dan Mahkamah Agung dan dimenangkan oleh Pemerintah Negeri Hunuth–Durian Patah.

Hattu menjelaskan, putusan hukum atas lahan Eigendon Verponding No 1036 bersifat Inkrah van Gewijsde (keputusan telah berkekuatan hukum tetap) yakni Keputusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor: 127 Pdt.G/1995/PN/AB tanggal 7 Februari 1996, Putusan Pengadilan Tinggi Maluku Nomor: 38/Pdt/1996/PT Mal tanggal 20 Juni 1996 dan putusan Mahkamah Agung Nomor: 3930 K/Dpt/1996 tertanggal 8 Januari 1999.

Dengan adanya keputusan hukum tersebut, maka hukum antara bekas pemegang hak termasuk ahli warisnya dengan bidang tanah bekas Eigendom Verponding Nomor 1036 telah berakhir dan tanahnya telah menjadi tanah Negara.

Herman Hattu mempertanyakan keabsahan BPN Ambon menerbitkan Sertifikat bagi 80 KK saat proyek PTSL yang direalisasi pada tahun 2014 tidak kunjung jalan hingga 2021 sehingga merugikan kliennya.

Sementara itu, keluarga ahli waris Tamaela yakni Morits Tamaela kuasa ahli waris mengklaim kalau lahan seluas 17 hektare itu milik dari Petrus Tamaela, dan telah dibagikan kepada sebelas keturunan Tamaela. Pihaknya memiliki bukti-bukti kepemilikan sehingga ahli waris siap jika persoalan ini sampai dibawah ke ranah hukum.

Terkait program sertifikasi 2014 sempat tertunda karena sanggahan ahli waris, karena belum ada penyelesaian antara keluarga dan ahli waris. Baru pada tahun 2021 terjadi kesepakatan pembayaran oleh 80-an kepala keluarga sehingga keluarga ahli waris memberikan surat keterangan pelepasan hak untuk proses PTSL.

Menariknya dalam pertemuan itu, permintaan anggota Komisi I DPRD agar Pihak BPN menjelaskan persoalan sengketa lahan 1036 dan alasan menerbitkan sertifikat bagi 80 KK, hanya dijawab singkat oleh BPN yaitu penerbitan sertifikat jika persoalan lahan Clean and Clear.

Komisi I DPRD Kota Ambon menggelar rapat bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon, ahli waris turunan Petrus Tamaela dan puluhan warga Hunuth.

Rapat dilakukan untuk memediasi masalah lahan di Desa Hunuth-Durian Patah, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, yang sampai saat ini masih terjadi saling klaim antara keluarga ahli waris Tamaela dengan 53 kepala keluarga (KK) di desa setempat.

53 KK ini berasumsi pada keputusan Pengadilan Negeri (PN) Ambon bahwa tanah itu milik negara. Makannya mereka tak mau mengikuti permintaan atas hak untuk pembuatan sertifikat.

Dalam pertemuan BPN sepakat untuk memfasilitasi pertemuan selanjutnya pada 25 Februari mendatang.

Pertemuan ini sebagai kelanjutan mediasi bersama keluarga Tamaela, kuasa hukum dari aliansi masyarakat Hunuth, dan juga pihak terkait lainnya. Matamaluku.com

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *