Jakarta (MataMaluku) – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) saat ini tengah melakukan penelitian mendalam terkait penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan pagar laut Tangerang, Banten.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, mengungkapkan bahwa proses penelitian masih berlangsung, baik secara internal maupun melalui kerja sama dengan pihak eksternal.
“Saat ini kami bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk memverifikasi data serta memastikan tidak ada tumpang tindih pada peta tematik, khususnya batas garis pantai,” ujar Harison dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (23/1).
Harison menegaskan bahwa penerbitan HGB bukanlah proses yang dilakukan secara sembarangan. Proses ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang diperbarui melalui Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021.
“Proses pendaftaran tanah melibatkan dua aspek utama, yakni penguasaan fisik dan penguasaan yuridis. Jika ditemukan adanya kesalahan administrasi, pembatalan sertipikat dapat dilakukan sesuai Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 21 Tahun 2020,” jelasnya.
Ia menambahkan, pembatalan sertipikat yang berusia kurang dari lima tahun dapat dilakukan melalui prosedur cacat administrasi, sedangkan sertipikat yang lebih dari lima tahun harus melalui pengadilan.
Harison juga menekankan pentingnya tata kelola yang baik dalam proses pendaftaran tanah agar produk hukum seperti HGB tidak cacat atau dikeluarkan secara prematur. Ia menyoroti pentingnya melakukan prosedur yang tepat, terutama dalam kasus pembatalan terhadap 263 bidang tanah di kawasan Kohod, Paku Haji, untuk menghindari masalah hukum di kemudian hari.
“Kami menghargai masukan dari masyarakat dan mendorong kerja sama untuk memastikan transparansi serta akurasi dalam proses ini,” ujar Harison.
Sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi, Kementerian ATR/BPN juga mengedepankan digitalisasi melalui aplikasi Bhumi ATR/BPN dan Sentuh Tanahku. Kedua platform ini memungkinkan masyarakat untuk mengakses informasi dengan lebih terbuka dan mudah.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan membangun kepercayaan publik terhadap proses pendaftaran tanah di Indonesia. MM/AC