Keluarga Gura dan Ngidiho Palang Lahan Tuntut Pengakuan Hak Tanah Warisan

  • Bagikan
palang lahan
palang lahan

Pasahari, Maluku Tengah (MataMaluku) – Keluarga besar di Negeri Pasahari, yaitu keluarga Gura dan Ngidiho, bersama kuasa hukum mereka, melakukan aksi pemalangan lahan milik PT Sumber Daya Wahana (PT SDW). Aksi ini dilakukan dengan memasang sejumlah spanduk di area operasi perusahaan, tepatnya dari Kali Isal hingga Kali Katu, yang merupakan kawasan yang diklaim sebagai tanah warisan milik mereka.

Spanduk-spanduk tersebut memuat larangan terhadap segala aktivitas perusahaan di atas lahan yang menurut mereka merupakan tanah milik warga berdasarkan Surat Kepemilikan Tanah Marga Nomor: 9/PSR/1984.

Lewat kuasa hukum Sumarlin Maate, dalam keterangannya menjelaskan bahwa aksi pemalangan ini merupakan bagian dari langkah hukum dalam menuntut keadilan atas tanah yang diklaim sebagai hak waris sah.

“Pemalangan ini adalah bentuk protes hukum atas ketidakadilan yang kami rasakan. Tanah ini adalah warisan dari leluhur mereka, dan kami hanya menuntut agar hak itu diakui secara sah,” ujar Sumarlin.

Dikatakan Sumarlin, sesuai surat pernyataan sikap perwakilan ahli waris, keluarga Ngidiho dan Gura menegaskan bahwa mereka merasa perlu untuk mempertahankan hak atas tanah yang telah diwariskan secara turun-temurun.

“Kami mendesak agar nama-nama ahli waris tidak lagi dicatut tanpa persetujuan dalam dokumen hukum perusahaan,” tegasnya.

Mereka menuding bahwa dalam proses perpanjangan HGU (Hak Guna Usaha) PT SDW tahun 2013, nama ahli waris dicatut dan tidak dilibatkan secara sah, khususnya dalam Akta Penegasan Nomor 24, 25, dan 26 Tahun 2013, serta HGU Nomor 00001 Tahun 2013.

Disebutkan pula bahwa pelepasan awal atas lahan tersebut pada tahun 1989 dilakukan oleh Pemerintah Negeri Pasahari (dalam hal ini M.D. Pasahari) sebagai perwakilan warga, yang disertai kompensasi berupa dua mesin dan uang sebesar Rp10 juta. Namun dalam proses selanjutnya, pihak keluarga Gura dan Ngidiho menilai ada banyak kejanggalan hukum yang merugikan hak mereka.

“Kami tidak pernah merasa menjual tanah itu. Kompensasi yang diberikan saat itu tidak mewakili semua ahli waris,” ujar salah satu perwakilan keluarga, Johan Ngidiho.

Untuk itu, pemalangan sementara lahan ini dilakukan agar pihak perusahaan dapat merespons dan selanjutnya dilakukan pertemuan dalam mencari solusi penyelesaian secara baik untuk mengembalikan hak-hak para ahli waris pemilik tanah.

Dalam pernyataan resmi, keluarga Gura dan Ngidiho menyampaikan tujuh tuntutan utama kepada pihak perusahaan PT SDW, PT Olam International Limited, dan Badan Pertanahan Nasional. Di antaranya adalah pengakuan legal atas hak tanah warisan, revisi dokumen-dokumen HGU, serta pemberian kompensasi yang layak kepada seluruh ahli waris.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT Sumber Daya Wahana maupun PT Olam International Limited. Namun, aksi pemalangan ini diperkirakan akan berdampak pada operasional perusahaan di wilayah tersebut.MM

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *