INACA Dukung Upaya Pemerintah Turunkan Biaya Penerbangan

  • Bagikan
Denon Prawiraatmadja
Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja

Jakarta – Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menyambut baik langkah pemerintah untuk mengurangi biaya dalam industri penerbangan nasional. Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja, mengungkapkan bahwa penurunan biaya ini diharapkan dapat memberikan keuntungan yang lebih besar bagi maskapai, sehingga operasional penerbangan dapat berjalan dengan lebih baik.

“Dengan penurunan biaya ini, maskapai diharapkan bisa mendapatkan margin keuntungan yang lebih baik dari operasionalnya, sehingga mereka dapat mengelola penerbangan dengan lebih optimal,” ujar Denon dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Denon juga menilai bahwa upaya ini akan membantu INACA dalam mendukung pemerintah mengembangkan konektivitas penerbangan nasional. Selain itu, INACA menyambut positif pembentukan Satgas Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional. Namun, agar komite ini efektif, penting untuk memperhatikan anggota, kewenangan, program kerja, dan cara pelaksanaannya.

“Permasalahan dalam industri penerbangan nasional sangat kompleks dan melibatkan berbagai kementerian serta lembaga. Oleh karena itu, komite ini harus kuat secara legal dan operasional serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan,” jelas Denon.

Saat ini, biaya penerbangan yang tinggi telah melampaui tarif tiket yang ditetapkan pemerintah sejak 2019, sehingga maskapai seringkali beroperasi hanya untuk bertahan hidup tanpa bisa mengembangkan usahanya. “Biaya tinggi dari operasional dan non-operasional penerbangan harus dikurangi atau dihilangkan,” tambahnya.

Denon menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan biaya operasional tinggi, seperti harga avtur yang lebih mahal dibandingkan negara tetangga, antrean pesawat di darat dan udara yang menyebabkan pemborosan bahan bakar, serta biaya kebandarudaraan dan layanan navigasi penerbangan. Sedangkan biaya non-operasional tinggi disebabkan oleh berbagai pajak dan bea masuk yang dikenakan secara berganda.

“Di negara lain, pajak dan bea ini tidak ada. Kita dikenakan pajak mulai dari avtur, pesawat, hingga sparepart, termasuk bea masuk, PPh impor, PPN, dan PPN BM spareparts, serta PPN untuk tiket pesawat, yang mengakibatkan pajak berganda,” ungkap Denon.

Sebagian besar biaya penerbangan juga terpengaruh oleh nilai tukar dolar AS. “Semakin kuat dolar AS terhadap rupiah, maka biaya penerbangan akan naik. Ini juga harus diantisipasi dan dicarikan solusi bersama,” ujar Denon.

Selain itu, biaya layanan kebandarudaraan (Passenger Service Charge/PSC) yang dimasukkan dalam harga tiket membuat tiket pesawat terlihat lebih mahal. “Penumpang seringkali tidak menyadari bahwa PSC ini bukan untuk maskapai, melainkan untuk pengelola bandara,” kata Denon.

INACA juga menyoroti iklim usaha penerbangan yang tidak sehat akibat monopoli dalam bisnis penerbangan, termasuk monopoli penyedia avtur di bandara, pengelolaan bandara oleh pemerintah, serta operasional penerbangan oleh maskapai tertentu. “Untuk menciptakan iklim usaha yang sehat, monopoli ini harus diminimalisir atau dihilangkan,” tegas Denon.

Pengelolaan slot penerbangan harus berdasarkan azas keadilan bagi maskapai dan kekuatan pasar. Aturan mengenai jarak waktu slot antar maskapai harus diperhatikan untuk mencegah persaingan tidak sehat. “Slot yang tidak terpakai harus segera ditarik dan diisi oleh maskapai lain,” tambahnya.

Pemerintah juga perlu memberikan proteksi kepada maskapai yang pertama kali menerbangi rute baru (virgin route) dalam jangka waktu tertentu sambil terus mengevaluasi pasar penerbangan di daerah tersebut. “Penambahan penerbangan oleh maskapai lain bisa dilakukan jika pasarnya sudah kuat dan maskapai pertama sudah mendapatkan keuntungan,” kata Denon.

“Dengan demikian, akan tercipta persaingan bisnis yang sehat dan penumpang akan mendapatkan layanan yang lebih baik,” pungkas Denon.  MM/AC

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *