Hakim Pemberi Vonis Bebas Ronald Tannur Minta Dibebaskan dari Kasus Suap

  • Bagikan
Tiga hakim PN Surabaya
Tiga hakim nonaktif PN Surabaya yang memberikan "vonis bebas" kepada terpidana pembunuhan, Ronald Tannur dalam sidang pembacaan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta

Jakarta (MataMaluku) – Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo, meminta kepada majelis hakim agar membebaskannya dari dakwaan kasus suap dan gratifikasi terkait vonis bebas terhadap terdakwa pembunuhan, Ronald Tannur, pada tahun 2024.

Dalam sidang pembacaan pleidoi (nota pembelaan) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Selasa, Heru membantah seluruh tuduhan yang menyebutkan dirinya menerima suap sebesar Rp1 miliar dan 120 ribu dolar Singapura dari kuasa hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat.

“Fakta persidangan justru menunjukkan bahwa saya telah mengingatkan Lisa untuk tidak memberikan apa pun kepada kami, karena perkara ini menyangkut nyawa seseorang. Saya ingin memutuskan berdasarkan fakta hukum, bukan uang,” ujar Heru di hadapan majelis hakim.

Heru juga menuding rekannya, hakim Erintuah Damanik, telah “menjual” namanya dalam proses persidangan. Ia menyebut, Erintuah mengklaim bahwa penunjukan hakim ketua dalam perkara Ronald Tannur merupakan usulan dari dirinya dan hakim Mangapul, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. “Padahal, pernyataan itu tidak benar sama sekali,” tegas Heru.

Ia mengaku terkejut dan kecewa saat mengetahui bahwa namanya digunakan oleh Erintuah untuk meyakinkan pihak luar, termasuk Lisa Rachmat, demi kepentingan pribadi.

Diketahui, Heru Hanindyo bersama dua hakim lainnya, Erintuah Damanik dan Mangapul, tengah menghadapi tuntutan pidana terkait dugaan suap dan gratifikasi dalam perkara pembebasan Ronald Tannur. Ketiganya dituntut hukuman penjara antara 9 hingga 12 tahun. Heru sendiri dituntut pidana penjara selama 12 tahun, sementara Erintuah dan Mangapul masing-masing dituntut 9 tahun penjara.

Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut denda sebesar Rp750 juta kepada masing-masing terdakwa, dengan ancaman kurungan 6 bulan jika denda tidak dibayar.

Jaksa menyatakan ketiga hakim tersebut telah menerima suap dalam bentuk uang tunai dan valuta asing, dengan total nilai mencapai Rp4,67 miliar. Rinciannya meliputi Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,67 miliar, dengan kurs Rp11.900), serta sejumlah uang lain dalam bentuk dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi.

Perbuatan para terdakwa dinilai melanggar ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2), Pasal 12B, jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. MM/AC

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *