Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia menegaskan harapannya bahwa para guru akan menjadi agen pencegahan radikalisme terorisme di sekolah dan masyarakat. Kasubdit Kontra Propaganda BNPT, Solihuddin Nasution, menyoroti pentingnya peran guru dalam mencegah paham radikalisme yang dapat memengaruhi siswa, khususnya dalam menyebarkan kekerasan dan sikap anti-NKRI.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Solihuddin Nasution ketika membuka kegiatan pendidikan bagi guru dalam rangka pencegahan radikalisme terorisme di SMA 1 Palu, Sulawesi Tengah. Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Kamis, Nasution mengungkapkan bahwa keterlibatan guru menjadi sangat vital karena anak muda dan siswa sering menjadi target utama kelompok radikal terorisme.
“Dengan kegiatan ini, para guru diharapkan dapat menyampaikan informasi kepada murid, keluarga, grup WhatsApp, dan tetangga. Sehingga, para guru dapat menjadi agen pencegahan radikalisme terorisme di lingkungan masyarakat,” jelasnya.
BNPT menyadari keterbatasan dalam memberikan sosialisasi kepada seluruh guru di Indonesia. Oleh karena itu, kegiatan ini diadakan untuk memberikan pemahaman kepada para guru tentang cara kelompok teror memilih target. Hal ini dianggap sangat penting karena tidak hanya masyarakat umum yang bisa terpapar radikalisme, tetapi juga kalangan profesional seperti profesor, rektor, TNI, Polri, dan berbagai lapisan masyarakat.
“Faktanya, guru juga bisa terpapar, demikian juga murid. Oleh karena itu, BNPT selalu berusaha melibatkan seluruh elemen bangsa, termasuk dunia pendidikan, untuk bersama-sama memberikan pemahaman, terutama kepada anak didik dan orang terdekat, mengenai cara kelompok terorisme bisa menyasar semua orang,” tambahnya.
Dalam upaya memberikan imunitas kepada anak didik dari paparan radikalisme terorisme, BNPT berencana untuk lebih sering menggelar kegiatan serupa di masa mendatang. Solihuddin Nasution menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, khususnya SMA 1 Palu yang ikut mewujudkan visi “Sekolah Damai” di Sulawesi Tengah.
Asrul Ahmad, Sekretaris Dinas Pendidikan Sulteng, turut mengapresiasi kegiatan pelatihan ini. Menurutnya, intoleransi, kekerasan (termasuk kekerasan seksual), dan perundungan merupakan dosa besar dalam dunia pendidikan. Dia berharap bahwa melalui kegiatan ini, para guru dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang keterkaitan antara intoleransi dengan radikalisme terorisme, serta bagaimana penyebaran terorisme dapat masuk ke satuan pendidikan. Matamaluku-Ac