Fitur AI Google Dituding Sebabkan Penurunan Trafik ke Situs Berita

  • Bagikan
Logo Google 2
Logo Google

Jakarta (MataMaluku) — Kehadiran fitur AI Overviews dan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) milik Google mulai memunculkan kekhawatiran di kalangan penerbit berita. Menurut laporan The Wall Street Journal, teknologi ini disebut berkontribusi pada penurunan signifikan jumlah kunjungan ke situs berita, seiring pengguna internet yang kini lebih mengandalkan jawaban langsung dari AI dibanding mengklik tautan situs.

Penggunaan AI yang bisa memberikan ringkasan jawaban atas pertanyaan pengguna—tanpa perlu mengunjungi situs web sumber—telah mengubah pola konsumsi informasi di dunia digital. Konten seperti panduan perjalanan, tips kesehatan, hingga ulasan produk kini dapat dijawab langsung oleh AI Google, yang sering kali mengambil informasi dari situs berita tanpa sepengetahuan penerbit.

Sejak peluncuran fitur Google AI Overviews pada tahun lalu, berbagai situs mencatat penurunan trafik yang mencolok. Tak hanya itu, fitur terbaru seperti AI Mode, yang menjawab pertanyaan dengan gaya percakapan dan minim tautan eksternal, diprediksi akan memperparah situasi ini.

Salah satu media yang terdampak adalah The New York Times. Berdasarkan data Similarweb, trafik organik dari pencarian Google ke situs desktop dan mobile mereka menyusut dari 44 persen pada 2021 menjadi hanya 36,5 persen pada April 2025.

Meski begitu, Google mengeklaim sebaliknya. Dalam konferensi pengembangnya pada Mei lalu, raksasa teknologi ini menyatakan bahwa fitur AI justru meningkatkan trafik pencarian secara keseluruhan. Namun, mereka tidak menjelaskan secara spesifik apakah manfaat tersebut dirasakan juga oleh situs berita dan penerbit konten.

Menyikapi kondisi ini, sejumlah media besar mulai mencari model bisnis baru. The Atlantic dan The Washington Post, misalnya, menyerukan perlunya pendekatan baru untuk menjaga keberlangsungan industri media. Beberapa bahkan memilih untuk bermitra dengan perusahaan AI demi membuka sumber pendapatan alternatif.

Contohnya, The New York Times baru saja menandatangani kerja sama dengan Amazon untuk melisensikan konten editorial mereka dalam pengembangan teknologi AI. Sementara itu, The Atlantic dan beberapa media lainnya telah menjalin kemitraan strategis dengan OpenAI. Di sisi lain, startup AI seperti Perplexity berinisiatif membagikan pendapatan iklan kepada penerbit jika konten mereka digunakan dalam tanggapan chatbot.

Dengan tren ini, masa depan jurnalisme digital berada di persimpangan: antara memanfaatkan peluang kolaborasi dengan AI, atau memperjuangkan regulasi baru demi melindungi hak atas konten dan keberlanjutan industri media. MM/AC

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *