Jakarta – dr. Reisa Broto Asmoro, seorang dokter dan pemerhati kesehatan, mengingatkan masyarakat tentang risiko kesehatan yang terkait dengan kebiasaan begadang, yang dapat merusak kesehatan hati.
“Tidur adalah kebutuhan dasar manusia, minimal tujuh hingga delapan jam per hari pada malam hari. Mengubah pola tidur dengan memaksa tubuh untuk tetap terjaga di malam hari dapat mengganggu fungsi metabolisme tubuh,” ujarnya dalam sebuah diskusi online yang diadakan di Jakarta pada hari Selasa.
dr. Reisa menjelaskan bahwa kebiasaan begadang dapat mengganggu fungsi berbagai organ tubuh, termasuk hati. Organ-organ seperti hati memerlukan waktu istirahat pada malam hari untuk menjalankan fungsinya secara efisien.
“Istirahat adalah saat tubuh kita melakukan pengisian ulang. Untuk memastikan fungsi tubuh tetap optimal, tidur yang cukup sangat penting,” tambahnya.
Dalam penelitian, ditemukan bahwa kebiasaan begadang dapat meningkatkan risiko kerusakan hati. Salah satu risiko yang muncul adalah penurunan kemampuan hati untuk menyaring racun atau melakukan detoksifikasi pada tubuh.
Kumpulan racun yang terakumulasi dalam tubuh dapat menyebabkan masalah kesehatan hati seperti hepatitis, sirosis hati, perlemakan hati, hingga risiko kanker hati.
“Oleh karena itu, penting untuk tidur cukup pada malam hari. Tubuh kita perlu masuk dalam fase tidur yang dalam (tidur nyenyak) setidaknya dua hingga tiga kali dalam satu siklus tidur,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Ratna Budi Hapsari, Ketua Tim Kerja Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), menyampaikan data dari survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. Menurut data tersebut, sekitar 7,1 persen masyarakat Indonesia terinfeksi hepatitis B, dan sekitar 1 persen terinfeksi hepatitis C.
“Yang menarik adalah 80-90 persen dari orang yang terinfeksi hepatitis tidak menyadari kondisinya, sehingga mereka tidak mencari bantuan medis,” ungkap Dr. Ratna.
Untuk mengatasi masalah ini, Kemenkes sedang aktif melakukan upaya promosi dan preventif, termasuk kampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), vaksinasi hepatitis, serta skrining dan pencegahan di tingkat keluarga.
Selain itu, uji saring darah diterapkan sebelum transfusi darah untuk meminimalkan risiko penularan hepatitis kepada penerima transfusi darah. Semua upaya ini diharapkan dapat membantu menurunkan prevalensi hepatitis dan masalah kesehatan hati lainnya di Indonesia. Matamaluku