DPRD Maluku Tengah Upayakan Solusi Nyata untuk Sengketa Lahan Tananahu

  • Bagikan
Ketua DPRD Malteng
Ketua DPRD Malteng

Masohi, Maluku Tengah (MataMaluku) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maluku Tengah berencana menggelar rapat lintas komisi bersama Pemerintah Daerah guna membahas penyelesaian sengketa lahan antara masyarakat Negeri Tananahu dengan perusahaan perkebunan PTPN XIV Kebun Awaya.

Ketua DPRD Maluku Tengah, Herry Men Carl Haurissa, menegaskan bahwa langkah tersebut diambil sebagai tindak lanjut dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di ruang rapat utama DPRD Maluku Tengah, belum lama ini. Rapat tersebut membahas secara khusus legalitas Hak Guna Usaha (HGU) yang diklaim oleh PTPN XIV atas tanah seluas lebih dari 3.000 hektare di wilayah Negeri Tananahu.

“DPRD merasa penting untuk segera mengadakan rapat lintas komisi yang melibatkan semua pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, agar persoalan ini bisa diselesaikan secara konkret dan tidak berlarut-larut. Masyarakat berhak mendapatkan kejelasan atas status tanah mereka,” tegas Haurissa.

Ia menambahkan, DPRD Maluku Tengah siap memfasilitasi proses penyelesaian, bahkan jika diperlukan, menjembatani pertemuan dengan pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

“Jangan sampai hak masyarakat adat diabaikan. Ini soal keadilan dan kepastian hukum. Kami tidak ingin konflik ini diwariskan kepada generasi berikutnya tanpa penyelesaian yang jelas,” ujar Haurissa lebih lanjut.

Seperti diberitakan sebelumnya, RDP pada Senin lalu belum menghasilkan kesepakatan antara masyarakat Negeri Tananahu dan pihak PTPN XIV. Warga tetap bersikukuh bahwa lahan yang diklaim oleh perusahaan milik negara itu merupakan tanah adat milik mereka yang tidak pernah dilepaskan atau diberikan secara sah kepada pihak manapun.

Sebaliknya, pihak perusahaan tetap berpegang pada klaim bahwa lahan tersebut masuk dalam kawasan HGU yang pernah diberikan kepada mereka sejak tahun 1982.

Berdasarkan data yang dihimpun, PTPN XIV pertama kali memperoleh Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan tersebut pada 1 Januari 1982, dengan masa berlaku selama 30 tahun yang berakhir pada 31 Desember 2012. Namun, setelah berakhirnya masa berlaku HGU tersebut, hingga kini Badan Pertanahan Nasional (BPN) belum pernah menerbitkan Surat Keputusan perpanjangan izin HGU bagi perusahaan tersebut.

Kendati demikian, pada tahun 2019, pihak PTPN XIV diketahui kembali mengklaim lahan seluas sekitar 3.458 hektare sebagai milik perusahaan, tanpa adanya persetujuan atau keterlibatan resmi dari masyarakat Negeri Tananahu sebagai pemilik tanah adat.

Hal ini kemudian memicu protes keras dari warga, yang menilai tindakan PTPN XIV sebagai bentuk pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat. Mereka menuntut agar perusahaan segera menghentikan segala aktivitas di atas lahan tersebut hingga ada kejelasan hukum yang sah.MM

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *