Jakarta (MataMaluku) – Anggota Komisi VI DPR RI menemukan total utang yang dimiliki oleh PT Pos Indonesia (Persero). Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menyebut PT Pos Indonesia menarik pinjaman jangka pendek dari perbankan sebesar Rp 3,2 triliun pada 2024.
Darmadi mengatakan pinjaman tersebut naik dari Rp 707 miliar pada 2022 lalu. Dia menilai pinjaman yang meningkat ini menyebabkan rasio Debt to Equity Ratio (DER) memburuk hingga 80%.
“Jadi, kalau saya lihat bapak menarik pinjaman jangka pendek dari bank loan short term Rp 707 miliar sekarang menjadi Rp 3,2 triliun di Juni. Ini yang menyebabkan debt equity ratio PT Pos memburuk dari 60% hampir menjadi 80%, dari 2022 ke 2024. Buat apa dana ini ditarik sementara menyimpan cash hampir Rp 2,9 T, cash kas setara kas. Kan ga efektif ini. duit banyak itu buat apaan?” kata Darmadi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT Pos Indonesia, Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).
Menanggapi hal tersebut, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Pos Indonesia (Persero) Endy Pattia Rahmadi Abdurrahman mengakui pinjaman jangka pendek PT Pos Indonesia meningkat cukup drastis. Hal ini disebabkan karenapembayaran yang belum diterima dari proyek pemerintah sebesar Rp 1,8 triliun. Dia menyebut, per akhir Januari masih ada sekitar dana Rp 800 miliar dari proyek pemerintah.
“Memang betul pinjaman jangka pendek itu meningkat cukup drastis. Ada dua hal, pertama meningkatnya karena piutang kita atau PYMHD, pembayaran yang belum diterima dari projek-projek pemerintah itu kemarin itu hampir Rp 1,8 triliun. Sampai akhir ini pun januari februari masih ada sekitar Rp 800 miliar dari projek pemerintah dari tahun lalu yang belum dibayar. Ada dana sebesar Rp 2 triliun lebih itu dana Taspen dan Asabri yang short term yang kami masuk tapi dalam waktu seminggu harus bergulir, dibayarkan, uang pensiunan. Setiap akhir bulan masuk, tanggal 1 bayar. Itu bukan utang. Tapi utang kita memang meningkat karena projek pemerintah pembayarannya panjang,” jelas Endy.
Endy menambahkan piutang PT Pos Indonesia sampai akhir tahun 2024 masih ada sekitar Rp 1,2 triliun. Dia menjelaskan utang tersebut digunakan untuk menunjang pertumbuhan bisnis perseroan.
“Memang dalam proses logistik ini pembayaran tidak jangka pendek bisa 3 bulan, 6 bulan bahkan proyek pemerintah tadi nisa 9 bulan. Pak Faizal juga sudah menjelaskan dengan Kemensos ada Rp 230 miliar itu dr tahun 2023 dan 2024. Bayangkan 2023 sekarang 2025 udh masuk 2 tahun belum dibayarkan,” imbuh dia.
Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) Faizal Rochmad Djoemadi mengakui utang yang saat ini macet karena sebagian besar karena pembayaran yang belum diterima dari proyek pemerintah. Dia juga mengakui laba bersih yang berkurang karena adanya kewajiban untuk membayar bunga utang.
“Memang betul karena emang piutang-piutang atau PYMD yang sekarang macet ini 80% dari pemerintah dan ada dari BUMN jugq dengan keterbatasan anggaran pemerintah menunda pembayaran. Kemudian tadi berkurangnya net income kami karena ada kewajiban pembayaran bunga yg semakin tinggi di 2024 dibandingkan 2023 sehingga menekan,” kata Faizal.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade pun meminta daftar piutang PT Pos Indonesia. Hal ini dilakukan agar DPR RI dapat mengontrol dan membantu tagih agar PT Pos Indonesia tidak mengambil piutang terus.
“Agar kita bisa kontrol dan membantu tagih. Kami bisa ratas dengan Menteri BUMN, kami bisa ratas dengan Menteri Sosial,” terang dia.MM/DC