Jakarta (MataMaluku) – Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, resmi ditangkap di Bandara Manila pada Selasa (11/03) setelah kembali dari Hong Kong. Kepolisian Filipina menangkapnya berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC), terkait kebijakan “perang melawan narkoba” yang menyebabkan ribuan kematian selama masa pemerintahannya.
Penangkapan ini menjadi momen bersejarah dalam upaya penegakan hukum internasional. Beberapa jam setelah penangkapannya, Duterte langsung diterbangkan ke Den Haag, Belanda, menggunakan pesawat jet sewaan untuk menghadapi persidangan di ICC. Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr, menyatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan kewajiban hukum internasional. “Interpol meminta bantuan dan kami menurutinya. Ini adalah yang diharapkan masyarakat internasional dari kami,” ujarnya dalam konferensi pers.
Menanggapi penangkapannya, Duterte dengan tegas mempertanyakan dasar hukum yang digunakan ICC. “Apa hukumnya dan kejahatan apa yang telah saya lakukan?” katanya saat berada di Pangkalan Udara Villamor, Manila. Sementara itu, putrinya yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Filipina, Sara Duterte, mengecam tindakan ini sebagai bentuk penganiayaan politik terhadap ayahnya.
Penangkapan ini menuai beragam reaksi. Kelompok hak asasi manusia menyambutnya sebagai langkah penting dalam menegakkan keadilan bagi ribuan korban kebijakan anti-narkoba Duterte. Ketua Koalisi Internasional untuk Hak Asasi Manusia di Filipina (ICHRP), Peter Murphy, menyatakan bahwa ini adalah awal dari pertanggungjawaban atas dugaan pembunuhan massal selama pemerintahan Duterte.
Sementara itu, pendukung Duterte menganggap penangkapan ini bermuatan politik, terutama mengingat hubungan yang memburuk antara keluarga Duterte dan pemerintahan Marcos Jr. Beberapa pihak juga menyoroti bahwa Filipina telah menarik diri dari ICC sejak 2019, meskipun ICC tetap mengklaim yurisdiksi atas dugaan kejahatan yang terjadi sebelum penarikan tersebut.
Duterte, yang kini berusia 79 tahun, sebelumnya menyatakan bahwa dirinya siap menghadapi konsekuensi dari kebijakan yang ia jalankan saat menjabat. “Saya tidak menyesal dan tidak akan meminta maaf. Saya melakukan apa yang harus saya lakukan untuk negara saya,” katanya dalam sebuah wawancara sebelumnya.
Saat ini, semua mata tertuju pada proses hukum yang akan dijalani Duterte di ICC, yang dapat menjadi preseden penting bagi pemimpin dunia lainnya yang diduga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.MM/DC