Ambon, Maluku (MataMaluku) – Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Retemena Barasehe (FMRB) mendatangi kantor Gubernur Maluku pada Kamis, 24 Juli 2025. Aksi ini digelar sebagai bentuk protes atas maraknya persoalan di kawasan pertambangan emas Gunung Botak, Pulau Buru.
Dalam aksi damai tersebut, para mahasiswa membawa sejumlah poster berisi tuntutan yang ditujukan kepada Pemerintah Provinsi Maluku dan Kepolisian Daerah Maluku. Salah satu tuntutan utama mereka adalah mendesak penetapan tersangka terhadap Ruslan Somole alias Ucok, atas dugaan pemalsuan dokumen dan penggelapan.
Ketua Umum FMRB, Muhammad Alfian Hulihulis, dalam orasinya menegaskan bahwa pihaknya sudah tidak bisa tinggal diam melihat berbagai pelanggaran yang terus terjadi di Gunung Botak.
“Kami datang hari ini untuk mendesak Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, dan Polda Maluku agar tidak tutup mata terhadap praktik ilegal yang merugikan masyarakat dan lingkungan. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” ujar Alfian dengan lantang.
Forum ini juga menyoroti dugaan penggunaan zat berbahaya B3 CN (sianida) di jalur H, wilayah pemukiman warga transmigrasi Dusun Wamsait, yang diduga dilakukan oleh Koperasi Parusa Tanila Baru. Mahasiswa mendesak Polda Maluku untuk segera membentuk tim investigasi independen.
“Kami mencium adanya pembiaran oleh aparat dan pemerintah daerah terhadap aktivitas berbahaya yang sudah sangat meresahkan warga. Ini bukan lagi sekadar persoalan tambang, tapi sudah menyangkut keselamatan masyarakat,” tambah Alfian dalam keterangannya kepada wartawan.
Selain itu, FMRB meminta agar pihak kepolisian mengusut tuntas dugaan kebohongan publik oleh pihak koperasi, yang disebut-sebut telah melakukan aktivitas penambangan selama empat bulan sebelum izin pertambangan rakyat (IPR) resmi dikeluarkan oleh pemerintah provinsi.
“Ini jelas pelanggaran. Tidak hanya melanggar prosedur, tapi juga menipu publik. Kami minta izin itu dicabut segera,” tegas salah satu orator aksi, Rima Lesnussa, yang juga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pattimura.
Mahasiswa juga mendesak Gubernur Maluku untuk mencabut izin IPR Koperasi Parusa Tanila Baru karena diduga telah melakukan aktivitas pertambangan di wilayah permukiman warga menggunakan alat berat dan bahan kimia berbahaya tanpa izin resmi.
Aksi berlangsung aman dan tertib. Meski tidak ada satu pun perwakilan dari pihak Pemerintah Provinsi Maluku yang menemui mereka, para mahasiswa tetap menyampaikan aspirasi mereka secara tertib sebelum akhirnya membubarkan diri.
“Kami kecewa karena tidak ada satupun pejabat yang menemui kami hari ini. Tapi ini belum selesai, kami akan kembali dengan massa yang lebih besar jika tidak ada tindakan nyata,” pungkas Alfian sebelum meninggalkan lokasi aksi.MM