Jakarta (MataMaluku) – Jika calon tunggal kalah dalam pemilihan kepala daerah, pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan diulang pada tahun berikutnya, demikian disampaikan oleh pengajar Pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini.
Menurut Titi, ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 54D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
“Artinya, jika calon tunggal kalah pada Pilkada 2024, maka Pilkada berikutnya akan dilaksanakan pada tahun 2025,” jelas Titi dalam sebuah diskusi daring yang diselenggarakan oleh The Constitutional Democracy Initiative (CONSID), Minggu.
Titi menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 54D ayat (1) UU Pilkada, calon tunggal dianggap menang jika memperoleh lebih dari 50 persen suara. Namun, jika kalah, sesuai dengan Pasal 54D ayat (2), calon tersebut dapat mencalonkan diri kembali dalam pemilihan berikutnya.
Lebih lanjut, Pasal 54D ayat (3) UU Pilkada mengatur bahwa pemilihan ulang tersebut akan dilaksanakan pada tahun berikutnya atau sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
“Penentuan jadwal ini berkaitan dengan penataan jadwal Pilkada sebelum kita mencapai Pilkada serentak nasional,” tambah Titi.
Sebagai informasi, Pilkada serentak sebelumnya telah dilaksanakan pada tahun 2015, 2017, 2018, dan 2020. Jadwal Pilkada serentak nasional akan dimulai pada tahun 2024, dan setelah itu akan berlangsung secara reguler setiap lima tahun sekali.
Pasal 54D ayat (4) UU Pilkada juga menegaskan bahwa jika belum ada pasangan calon terpilih, Pemerintah akan menugaskan penjabat sementara untuk memimpin daerah tersebut.
Titi menekankan bahwa jika calon tunggal kalah dalam Pilkada 2024, pemilihan ulang semestinya dilaksanakan pada tahun 2025, bukan ditunda hingga lima tahun kemudian.
“Jika pemilihan ulang ditunda hingga lima tahun, masyarakat akan dipimpin oleh penjabat sementara hingga 2029, yang tidak masuk akal,” katanya.
Pemerintah, kata Titi, justru ingin segera melantik kepala daerah definitif hasil Pilkada 2024 agar agenda pembangunan daerah dapat berjalan dengan baik.
Dari perspektif normatif, Titi menambahkan, frasa “diulang kembali pada tahun berikutnya” yang diutamakan dalam Pasal 54D ayat (3) menunjukkan bahwa pemilihan ulang harus segera dilaksanakan untuk memastikan adanya kepemimpinan daerah yang definitif.
“Jadi, dalam konteks ini, pemilihan ulang seharusnya disegerakan agar daerah segera memiliki kepemimpinan definitif,” pungkasnya. MM/AC