Jakarta (MataMaluku) – Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, mengusulkan agar hak utama patroli dan pengawalan (patwal) kendaraan pimpinan lembaga negara dikhususkan hanya untuk presiden dan wakil presiden.
“Patwal cukup diberikan kepada presiden dan wakil presiden saja,” ujar Djoko dalam keterangannya di Jakarta, Senin (26/1).
Pernyataan ini menanggapi maraknya penggunaan patwal oleh pejabat negara yang belakangan menuai kritik, terutama setelah insiden kendaraan dinas RI 36 yang viral di media sosial. Menurut Djoko, penggunaan patwal oleh pejabat selain presiden dan wakil presiden dapat memperburuk kemacetan, khususnya di Jakarta, dan menciptakan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan lainnya.
Djoko menyebut, saat ini terdapat lebih dari 100 kendaraan yang dikawal polisi setiap harinya, yang justru memperparah kemacetan di jalanan Jakarta. “Bunyi sirene dari kendaraan patwal bisa membuat pengguna jalan stres, sementara jalan adalah fasilitas publik yang dibangun dari pajak masyarakat,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa hak utama untuk didahulukan di jalan telah diatur dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Dalam aturan tersebut, hak utama diberikan kepada kendaraan seperti pemadam kebakaran, ambulans, iring-iringan jenazah, kendaraan pejabat negara asing, dan kendaraan tertentu sesuai pertimbangan Polri.
Djoko menilai pejabat negara sebaiknya mulai membiasakan diri menggunakan transportasi umum, yang cakupannya di Jakarta telah mencapai 89,5 persen wilayah. Ia menyebut berbagai moda transportasi di ibu kota, mulai dari ojek, mikrolet, bus, hingga MRT, telah memadai dan setara dengan kota-kota besar di dunia.
“Pejabat negara minimal sekali seminggu menggunakan angkutan umum. Dengan begitu, mereka dapat memahami kondisi kehidupan masyarakat sehari-hari,” ungkap Djoko.
Djoko juga menyoroti perlunya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelanggaran penggunaan patwal. Ia menyarankan agar sanksi pidana dan denda terhadap pelanggaran Pasal 134 UU LLAJ ditingkatkan untuk memberikan efek jera.
Selain itu, Djoko meminta penertiban terhadap oknum aparat penegak hukum yang memberikan pengawalan dengan imbalan tertentu. “Praktik semacam ini harus dihentikan agar patwal digunakan sesuai aturan,” tegasnya.
Dengan regulasi yang lebih ketat, Djoko berharap penggunaan patwal dapat kembali pada esensinya, yaitu untuk mendukung keselamatan dan efisiensi perjalanan pejabat yang benar-benar memerlukannya. MM/AC