Seram Bagian Barat, Elpaputih – Sudah 77 tahun Indonesia Merdeka, namun warga yang mendiami wilayah pegunungan di lima desa yang ada di Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) masih terisolasi dari berbagai program pembangunan.
Sejak Indonesia di proklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada 17 Agustus 1945, kondisi warga yang mendiami wilayah itu masih menjerit. Mereka belum secara penuh menikmati akses pembangunan.
Terutama akses jalan yang bisa menghubungkan tempat mereka ke wilayah perkotaan. Mereka merindukan pembangunan yang lebih layak agar setara dengan warga yang lain yang saat ini sudah bisa menikmati akses transportasi, komunikasi, layanan listrik, kesehatan dan juga pendidikan yang layak.
Warga menjerit lantaran akses jalan dari dan menuju ke lima desa yaitu Sumeith Pasinaru, Abio-Ahiolo, Huku Kecil dan Watui belum dibangun.
Alhasil berbagai hasil bumi yang ingin dijual ke kota harus mereka tandu berpuluh kilometer. Setiap pijakan kaki naik turun pegunungan melewati tepian perbuktian menyusuri jalan berbatu dengan batang pohon yang melintang ditengah jalan, sangat beresiko dan berbahaya.
Bahkan terkadang mereka harus bertarung nyawa menyeberangi aliran beberapa sungai besar, seperti sungai Nui dan Talla, agar bisa sampai ke jalan trans seram untuk selanjutnya menjual hasil bumi ke pasar atau sekedar menyenguk sanak keluarga yang tinggal di negeri lain.
Sumber daya alam dan hasil yang sangat melimpah di lima desa tersebut, menjadi andalan sumber pencarian menopang kehidupan mereka, saat ini belum bisa dijual akibat terputusnya akses jalan akibat hujan.
Kondisi yang dialami warga yang harus terisolir, butuh keseriusan pemerintah baik Provinsi, Kabupaten maupun pemerintah pusat.
Akses jalan yang baik dan layak sudah menjadi impian semua masyarakat yang mendiami lima desa di pegunungan itu sejak lama.
Kepala Desa Sumeith Pasinaru Esau Lattu kepada Tim Matamaluku.com mengakui Jalan menuju wilayah lima negeri di pegunungan yang bisa dilewati kendaraan roda dua hanya beberapa kilometer. Selanjutnya warga harus menyusuri hutan agar tiba di kampung dan kediaman masing-masing.
Lattu mengakui dengan cuaca hujan seperti saat ini membuat kondisi jalan sulit dilewati. Butuh kehati-hatian karena dibeberapa titik terjadi longsoran besar sehingga jalan terputus.
Dirinya berharap Pemerintah bisa memperhatikan warga yang ada di lima desa tersebut, minimal untuk jalan saat ini.
“Ketika kita merayakan HUT ke-77 RI ini, semoga Bapak Presiden bisa melihat penderitaan kami masyarakat pegunungan khususnya lima desa di Kecamatan Elpaputih. Kami harapkan Bapak Presiden bisa melihat kami sebagai bagian dari warga negara Indonesia,” kata Esau.
Permintaan yang sama juga disampaikan Abner Makotamarere, Ketua Badan Permusyawartan Desa (BPD) Desa Sumeith Pasinaru.
Abner mengatakan masyarakat lima negeri adat yaitu Sumeith Pasinaru, Abio-Ahiolo, Huku Kecil dan Watui sudah mendiami desa mereka sejak puluhan tahun semenjak indonesia merdeka, tetapi merekea seutuhnya belum menikmati hasil pembangunan.
Dirinya berharap adanya perhatian dari pemerintah pusat, bahkan mereka meminta Presiden Joko Widodo untuk dapat membantu warga lima desa itu sesuai program nawacita yakni membangun dari pingiran kota.
“Kami butuh keadilan karena kami belum merasakan keadilan. Kami juga belum merdeka secara merata 17 Agustus 2022 Indonesia ini berusia 77 tahun namun kami belum merasakan kemerdekaan dalam sisi pembangunan salah satunya jalan,” ujar Abner.
Yondri Mawene salah satu tokoh pemuda juga berharap hal yang sama dari pemerintah daerah baik kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat terutama akses jalan menuju lima desa itu. Matamaluku.com